Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Mencari Mimpi yang Pamit Menemui Langit

26 Februari 2019   20:10 Diperbarui: 27 Februari 2019   06:03 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pixabay.com/skitterphoto

"Sebegitu membosannya kah Langit?"

"Dia hanya terlalu angkuh," jawab Rerumputan. Lantas tanyanya lagi, "Luana, mengapa kawanmu ada bersama dengan Langit?"

Luana lantas duduk di lantai trotoar, agar lebih dekat dengan Rerumputan. Luana mengisahkan kehidupannya di masa lampau. Dikisahkannya ia pernah memiliki seorang kawan bernama Mimpi. Suatu kali, Mimpi pamit. "Mau bertemu dengan Langit, lantas meminta Langit menjaga Luana," ujarnya. Luana melepaskan Mimpi pergi dengan senang hati. Namun kini, jangankan menjaganya, Langit bahkan tak mengenalnya.

Tangan mungil Luana lantas menegakkan tangga itu dengan susah payah hingga akhirnya ujung lainnya bertumpu pada salah satu awan. Wajah Luana berubah cerah. Ia mengucapkan selamat tinggal kepada Rerumputan dan puluhan manusia yang sedang mondar-mandir di trotoar, tak acuh. 

Sayangnya, baru beberapa menit mencoba menaiki tangga, Luana terjatuh. Ia mengaduh sebentar, lantas mencoba lagi. Luana terus terjatuh meski mencoba puluhan kali. Ia lantas terduduk dan menangis. Luana tidak yakin mana yang lebih sakit, tubuhnya yang jatuh berkali-kali atau jiwanya yang telah begitu percaya pada kemampuan tubuh lemahnya. Luana akhirnya menyerah.

"Berbaring saja di sini," ujar Rerumputan menawarkan.

Luana beranjak dari posisinya dan berbaring di atas Rerumputan. Manusia itu kali ini merasa cita-citanya berjarak tak melampaui seinci. Ia hanya ingin berbaring lebih lama di Rerumputan, berbaring hingga lupa semua yang terjadi menahun belakangan ini. Luana dan Rerumputan tetiba sama-sama sadar, tidak pernah ada yang pergi menemui Langit, Mimpi juga. 

Mimpi hanya menenggelamkan dirinya di dalam tanah, namun menjadikan Langit sebagai dalih agar Luana merasa tenang. Air matanya keluar tak tertahankan, terlalu banyak hingga membasahi Rerumputan. Rerumputan? Untuk pertama kalinya Rerumputan tidak merasa iri kepada Langit. Ia baru saja mendapatan asupan komponen terpenting bagi dirinya, dalam jumlah yang tak terhingga banyaknya.

Rerumputan tempat Luana berbaring,
21 Februari 2019, L

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun