Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Film-film Plot "Twist" ini Hanya Berlatar di Satu Lokasi!

28 Mei 2018   10:00 Diperbarui: 30 Mei 2018   12:12 7637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika sang pengawas keluar (dan ruangan hanya dijaga oleh seorang penjaga seleksi), para kandidat mulai membalikkan lembar seleksi mereka untuk melihat pertanyaan apa yang tertera di balik kertas tersebut. Namun mereka terkejut, karena ternyata lembar seleksi mereka kosong. Seorang perempuan peserta seleksi mencoba menulis di lembar kosong itu, menjelaskan bahwa ia berhak untuk mendapatkan pekerjaan tersebut, namun tak lama kemudian, sang penjaga seleksi menghampirinya dan memaksanya keluar ruangan.

Tujuh kandidat yang tersisa melakukan segala cara untuk mencari pertanyaan yang perlu mereka jawab dari seleksi ini. Upaya-upaya yang mereka lakukan sangat beragam, mulai dari merusak seluruh lampu di ruangan untuk mendapatkan penerangan dari lampu darurat yang mereka percaya dapat mendeteksi pertanyaan tersembunyi di kertas-kertas kosong tersebut, hingga memaksa kandidat lain untuk merusak kertasnya sendiri agar didiskualifikasi dari seleksi.


Opini

Menurut saya film yang disutradarai oleh Stuart Hazeldine ini sama sekali tidak membosankan dari awal hingga akhir. Jika kebanyakan film-film plot twist memiliki satu tokoh sentral yang cerdas, maka dalam film ini ada delapan tokoh cerdas sekaligus. Setiap topik dialog yang diucapkan para tokoh sangat menarik. Ada banyak pengetahuan baru yang saya dapatkan dari dialog-dialog antar tokoh.

Setiap tokoh seakan mewakili karakter-karakter umum yang ada di masyarakat, ada tokoh yang banyak bicara, yang terlalu gegabah, yang baik hati, yang menyimpan misteri dan lain-lain. Bukan hanya itu, semua tokoh juga merepresentasikan keberagaman yang ada di dunia karena terdiri dari tokoh berkulit putih, berkulit hitam, berkulit cokelat, berambut pirang, bermata sipit, dan berambut gelap.

Sepanjang film, penonton juga seolah diajak untuk ikut berunding bagaimana sebenarnya cara menemukan pertanyaan seleksi tersebut. Meskipun ada banyak perdebatan yang terjadi dalam film ini, namun di akhir film, ketika saya melihat ke belakang, sebenarnya film ini cukup manis. Ada nilai-nilai moral yang dapat diambil dari film yang berhasil mendapatkan penghargaan Independent Feature Award di Santa Barbara Film Fest dan memenangkan Bronze Hitchcock di Dinard British Film Festival ini. 

Meski menurut imdb.com film ini bergenre mystery thriller, namun menurut saya film ini tidak sebegitu thriller karena adegan kekerasan dalam film ini begitu minim dan tidak mengerikan. Sehingga film ini sangat cocok ditonton oleh Kompasianer yang kurang suka film yang mengerikan tetapi tetap ingin menonton film yang beralur kuat dan misterius.

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul di otak saya sepanjang menonton film ini, terjawab ketika film mendekati akhir. Film ini diakhiri dengan pelintiran alur yang sangat apik dan mulus. Meski hanya berlatar di satu ruangan saja, namun plot film ini setara kuatnya dengan film-film plot twist yang latarnya lebih kompleks seperti Sound of My Voice (2012) dan Parallels (2015) yang review-nya dapat Kompasianer baca di sini.

2. Infinity Chamber (2016)

imdb.com
imdb.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun