-Kamala-
"Alka, adakah kudapan berjenis 'matahari'?" tanya saya, masih bingung dengan isi surat di tangan ini.
"Tidak, Kamala, hanya ada kue bulan. Mengapa?" Alka bertanya balik, matanya tidak lepas dari buku ilmu alam yang sedang dibacanya. Alka terlampau menyukai buku itu, ia membawanya kemana saja, bahkan ke rumah saya seperti saat ini.
"Saya baru saja dikirimi surat yang membingungkan dari manusia terkaya di dunia. Undangan ini dikirimkan ke seluruh dunia. Mungkin undangan serupa saat ini sedang menanti di kotak pos rumahmu."
"Apa isinya?" kali ini Alka menutup buku ilmu alamnya.
"Undangan makan malam... Menu utama: Matahari."
"Apa?"
Lantas saya menyerahkan surat itu kepada Alka.
-Adhisti-
Saya menerima pesan dari Ervani, sahabat saya bahwa ada semakin banyak bunga matahari yang mati di bumi ini. Bunga matahari adalah jenis tumbuhan yang paling Ervani sukai. Dulu, saya dan Ervani menangisi kepergian bunga-bunga yang mati satu persatu, namun air mata kami telah lama surut.
Percuma, air mata biar selaut pun tidak akan sanggup menyalakan kembali api kehidupan bunga-bunga itu. Saat ini, saya hanya memandangi Ervani sambil menghela napas, juga mengenang kembali hal yang terjadi di bumi bertahun-tahun yang lalu.