Hari ini saya melihat kamu berjalan di bawah langit ini lagi. Hujan baru saja berhenti, tapi kamu tetap mengeluhkan cuaca. Kamu yakin betul besok hujan turun lagi, pada jam yang sama, dengan intensitas yang sama. Kamu kurang menyadari bahwa setelah hujan, ada banyak hal yang bisa syukuri, matahari, warna-warna pelangi, warna biru langit. Padahal kamu tidak buta warna. Ah, kamu juga seharusnya menyukuri yang satu itu.
Sebagai Pelukis Langit, sudah menjadi tugas saya untuk membuat warna langit enak dipandang setelah hujan turun. Saya paling senang menyapukan cat warna biru muda yang cerah di langit. Rasanya seperti mempertemukan langit dengan warnanya sendiri, seperti mempertemukan kamu dengan bayanganmu di cermin, dua hal yang kurang etis apabila berpisah.
Selama ini, tidak seorang pun menyadari keberadaan saya. mungkin karena waktu mereka terlalu banyak dipakai untuk mengeluh. Mereka kurang mampu menikmati hal-hal baik yang ada di sekitar mereka. Padahal, hidup mereka begitu singkat, kelak, ketika mata mereka tak mampu lagi melihat sejelas saat mereka muda dan terpaksa berbaring di ranjang terus-menerus, mereka akan merindukan warna-warna yang dulu mereka abaikan.
Saya sedang mengecat langit ketika seseorang berteriak dari bawah, “Lihat! Pelukis Langit sedang menyapukan kuasnya!”
Saya kaget mendengarnya. Tidak biasanya ada manusia yang menyadari keberadaan saya. Namun, saya mendengar semakin banyak suara dari bawah sana.
“Wah, cantik sekali ya warna langut hari ini!”
“Pelukis Langit mengesankan sekali!”
“Saya ingin meminjam Pelukis Langit sehari saja untuk mengecat langit-langit kamar saya.”
“Pelukis Langit! Lihat ke sini!”
“Pelukis Langit, warna langitmu salah!”
Apa?