Hai, Kompasianer!
Di artikel kali ini, saya akan membahas perjalanan waktu atau time travel. Sebelumnya, perlu diketahui para ahli fisika berpendapat bahwa secara teoretis, pembuatan mesin waktu bukanlah hal yang mustahil. Namun, di sini saya tidak akan berfokus pada penjelasan teoretis mengenai mesin waktu karena artikel ini bukan karya ilmiah sains, melainkan tulisan ringan yang melihat perjalanan waktu dari sudut pandang fiksi.
Tulisan ini ditujukan untuk kompasianer yang suka menikmati karya-karya bertema time travel berupa film maupun kisah fiksi. Tulisan ini juga ditujukan untuk Kompasianer yang ingin menulis kisah-kisah fiksi mengenai perjalanan waktu tapi tidak tahu mau memulai dari mana atau tidak tahu konflik apa saja yang bisa dikembangkan terkait dengan tema ini, juga untuk Kompasianer yang sebenarnya cerpenis tapi ingin membuat tulisan yang lebih absurd dari biasanya.
Semua yang akan saya bahas di sini merupakan pengamatan saya mengenai perjalanan waktu dari kisah-kisah fiksi yang saya baca serta film-film yang saya tonton. Jadi, ya, tulisan ini se-“absurd” itu. Hehe.
Saya sendiri bukan spesialis time travel melainkan hanya penikmat (berat) saja. Di platform Kompasiana sendiri, ada Ikhwanul Halim yang sering menulis kisah-kisah time travel dan selalu berhasil, jadi saya akan menyertakan karya-karya time travel beliau serta karya-karya lainnya (baik berupa karya tulis maupun film) yang dapat dijadikan acuan, sehingga Kompasianer bisa membaca artikel ini sambil menonton trailer-trailer film atau membaca fiksi-fiksi yang menarik. Tentunya saya juga menyertakan paragraf-paragraf kecil yang merupakan contoh plot time travel yang semoga dapat menjadi inspirasi apabila Kompasianer mau menulis kisah serupa kelak.
Oke, sebelum saya ngomong banyak di sini, kita sama-sama ambil teh dan cemilan dulu.
Sudah?
1. Perjalanan Waktu yang Tidak Mengubah Masa Lalu maupun Masa Depan
Menurut kemungkinan yang pertama, apa pun yang kita lakukan sama sekali tidak mengubah masa lalu maupun masa depan. Perjalanan waktu yang kita lakukan memang telah ditakdirkan sejak awal. Dalam perjalanan waktu jenis ini, seharusnya tidak terjadi masalah yang parah karena toh kita hanya melakukan perjalanan yang sesuai dengan takdir kita.
Perjalanan waktu yang pertama ini sangat erat kaitannya dengan teori predestinasi. Predestinasi sendiri merupakan doktrin di mana segala yang terjadi di alam semesta telah diatur oleh sosok “Tuhan”, sehingga tidak dapat diubah.
Dalam kemungkinan pertama ini, berikut ini adalah contoh plotnya:
A merupakan seorang pemuda yang sangat pandai dan menjadi profesor pada usia 20 tahun. Ia pergi ke masa lalu untuk mengajarkan dirinya sendiri yang berumur 5 tahun ilmu-ilmu penting yang membuat A menjadi pintar dan jenius hingga dapat mencapai takdirnya menjadi seorang profesor.
Karya-karya yang dapat dijadikan acuan adalah novel manis “The Time traveler’s Wife” karya Audrey Niffenegger, salah satu film kesukaan saya, yaitu Predestination (2014), serta cerita originalnya berjudul “All You Zombies” karya Robert A. Heinlein yang dapat Kompasianer baca di sini. Yang terakhir, ada film Arrival (2016), meski saya sendiri kurang merekomendasikan film ini karena di bawah ekspektasi, namun tetap kembali pada preferensi masing-masing.
Poin kedua ini maksudnya, kita melakukan pengubahan-pengubahan terhadap masa lalu kita, namun apa pun yang kita lakukan tetap berujung pada akibat yang sama.
Misanya, A tidak sengaja memecahkan cangkir kesayangannya pada pukul 4 sore. A kembali ke pukul 3 sore dan memegang cangkirnya dengan sangat hati-hati agar tidak pecah, namun tiba-tiba kucingnya datang dan menyambar cangkir tersebut hingga pecah. Kemudian A kembali lagi, kali ini adiknya berlari-lari kencang hingga menyenggol cangkir tersebut, cangkirnya pun kembali pecah. Bisa dilihat apa pun yang diupayakan A ketika dia kembali ke masa lalu, cangkir pada akhirnya tetap pecah meski dengan penyebab yang berbeda-beda.
Karya yang dapat dijadikan acuan untuk kemungkinan kedua ini adalah cerpen “10 Detik: Sempurna” karya Ikhwanul Halim. Kemungkinan ini juga merupakan sangkaan pertama saya di tengah-tengah (menuju akhir) menonton film Triangle (2009) sebelum akhirnya ada kejutan lain dalam film tersebut.
3. Perjalanan Waktu yang Mengubah Masa Depan
Ini mungkin perjalanan waktu yang paling sulit ditebak. Kemungkinan ketiga ini sangat erat kaitannya dengan teori “butterfly effect”, di mana perubahan kecil pada suatu tempat berakibat besar pada keadaan-keadaan setelahnya. Dalam konsep perjalanan waktu, kata “tempat” di sini bisa diganti menjadi “era waktu”.
Misalnya, pada suatu pagi A sekeluarga pergi ke luar kota dan lupa mematikan kompor di rumahnya. Ketika ia kembali beberapa hari kemudian, rumahnya sudah rusak akibat terjadinya kebakaran. Lalu, A terpaksa mengeluarkan biaya banyak untuk merenovasi rumahnya, hingga ia terpaksa membatalkan keinginannya untuk membeli ponsel keluaran terbaru.
Akhirnya, A melakukan perjalanan waktu ke hari di mana ia berangkat ke luar kota, tapi kali ini ia tak lupa mematikan kompornya. Maka rumahnya baik-baik saja dan A bisa membeli ponsel keluaran terbaru. Namun, ternyata ada kesalahan produksi sehingga ponsel A meledak dan menewaskan kucing peliharannya.
Bisa kita dari contoh di atas, bahwa “lupa mematikan kompor” membawa dampak besar dan jauh berbeda di kemudian hari, yaitu rumah yang terbakar atau kucing yang mati.
Film yang dapat dijadikan acuan adalah Butterfly Effect” (2004), Alice Through The Looking Glass (2016), serta cerpen “Paradoks Waktu” karya Ikhwanul Halim.
Dalam poin keempat ini, setiap kita melakukan perjalanan waktu dan melakukan perubahan, sesungguhnya tercipta timeline (linimasa) yang baru di parralel universe. Parallel universe sendiri adalah dunia yang berjalan sejajar dengan dunia realitas. Selain kehidupan yang kita jalani sekarang, dipercaya ada kehidupan lain yang sangat mirip, ada kita yang lain, ada keluarga kita dan seterusnya. Terkadang terdapat beberapa perbedaan kecil atau besar antara kita yang ini dengan kita di parallel universe. Film yang baru-baru ini saya tonton serta khusus bertema parallel universe (tanpa time travel) adalah Donnie Darko (2001) dan Parallels (2015).
Kembali ke tema time travel yang dipadu dengan parallel universe, sekarang saya akan memberikan contoh penggunaannya dalam plot. Misalnya, setelah lima tahun A menikah dengan B, ia menyesal karena B ternyata memiliki karakter yang buruk. Maka A kembali ke masa lalu dan menikah dengan C. Sesungguhnya ketika A berpindah ke masa lalu, ia juga telah berpindah ke parallel universe sehingga, A di universe sebelumnya tetaplah menikah dengan B.
Karya yang dapat dijadikan acuan adalah film De Javu (2006) dan Source Code (2011)).
Oh ya, saya juga pernah me-review film-film time travel serta menulis sebuah kisah time travel (yang dipadu dengan surealisme) yang dapat Kompasianer baca di sini:
-
Semoga tulisan ini dapat memberikan inspirasi. Seperti yang saya bilang sebelumnya, saya hanya penikmat dan tulisan ini merupakan hasil pengamatan pribadi semata. Jadi rekomendasi Kompasianer (berupa ide-ide serta karya-karya time travel lainnya) sangat saya harapkan!
Thanks for reading!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H