Hai, Kompasianer!
Kali ini saya akan membagikan sudut pandang saya mengenai sebuah buku fiksi unik karya Agus Noor, berjudul “Cerita Buat Para Kekasih”. Sedikit intermezzo, baru-baru ini beliau, Sang “Pangeran Kunang-Kunang” sendiri, menjual buku ini edisi bertanda tangan. Hal tersebut memberikan kesempatan kepada penikmat karya beliau untuk merasa lebih dekat lagi dengan beliau. Jujur, saya bukan penikmat yang mengetahui Agus Noor sejak dulu. Saya baru beberapa bulan ini membaca karya-karya beliau, dan saya jatuh cinta sejak karya pertama kali membaca karya beliau (karya pertama yang saya baca adalah “Hikayat Anjing”). Sejak saat itu, saya banyak membaca karya beliau dan sedikit menyesal karena terlambat tahu tentang beliau.
Kembali ke buku yang akan saya bahas, buku yang ditulis oleh sastrawan yang lahir di Tegal tanggal 26 Juni 1968 ini, berisi puluhan cerita pendek khas beliau, serta disisipi dengan foto-foto hitam putih yang ciamik.
Kisah-kisah yang ada dalam buku ini sangat beragam. Mulai dari kisah-kisah cinta sederhana yang manis nan melankolis, sampai kisah-kisah absurd cerdas nan berkelas yang mengandung banyak metafor. Keberagaman itulah yang membuat saya agak kesulitan jika harus menentukan dengan pasti satu “kategori” yang paling tepat untuk menamai keseluruhan kisah di sini.
Gaya bahasa yang digunakan dalam buku ini menurut saya cukup sederhana, namun benar-benar berkarakter. Beragam kisah-kisah unik dipersatukan oleh satu karakter gaya bahasa yang kuat. Sehingga apabila diibaratkan makanan, buku ini seperti kari, kaya rasa dan lezat!
Dari semua kisah yang ada dalam buku ini, ada dua kisah yang paling menarik bagi saya, yaitu “Gadis Kecil” dan “Buronan”. Kedua kisah tersebut memiliki gaya penulisan yang belum pernah saya tahu sebelumnya. Ada semacam “pengulangan” yang unik, di mana si tokoh utama mengalami suatu kejadian terus menerus tanpa merasa heran. Anehnya, justru tokoh utama lebih heran pada hal-hal lain yang sebenarnya bersifat sehari-hari ketimbang kejadian berulang-ulang yang dialaminya. Sungguh menarik pola pikir tokoh-tokoh di sini!
Selain itu, ada juga kisah berjudul “Perempuan Berkuteks Merah”. Kisah ini menceritakan seorang perempuan cantik yang menikahi seorang lelaki buruk rupa, sehingga membuat sahabatnya bertanya-tanya. Tebak siapa nama perempuan itu... Nay! Lengkap dengan teman-teman Nay yaitu Ara dan Anya. Tentunya nama-nama tersebut tidak asing lagi di telinga para penikmat sastra Indonesia. Nay, Ara dan Anya adalah nama tokoh yang sering sekali muncul di fiksi-fiksi Djenar Maesa Ayu. Hal tersebut diperjelas dengan pengakuan Nay bahwa ibunya adalah “lintah”, mengingat lintah adalah salah satu hewan yang digunakan Djenar sebagai metafor, juga menjadi judul dari salah satu cerpennya. Mungkinkah kisah ini semacam spin off dari kisah-kisah Djenar? Entahlah, yang pasti saya sebagai pembaca karya-karya Djenar merasa kisah ini adalah sebuah surprise kecil yang menyenangkan.
Ada juga kisah-kisah yang membuat saya sebagai pembaca harus berpikir dua kali atau lebih untuk mencernanya, yaitu “Pesan Terakhir” dan “Teka-Teki Tiga Terdakwa”. Kedua kisah tersebut bentuknya seperti riddle sehingga otomatis membuat pembaca berpikir karena terus bertanya-tanya mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Pembaca tentunya merasa seketika menjelma menjadi Si Detektif sendiri, tokoh utama kedua kisah tersebut.
Keterangan Buku
- Judul: Cerita Buat Para Kekasih
- Penulis: Agus Noor
- Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
- Tahun: 2017 (cetakan kedua)
- Editor: Mirna Yulistianti
- Foto dan layout isi : adimodel
- Desainer cover: Suprianto