Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen ǀ Salam Semesta Tuan Astronot

14 Desember 2016   21:07 Diperbarui: 14 Desember 2016   23:24 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam semesta, Tuan Astronot.

Sesuai janji saya, saya akan menceritakan pengalaman saya selama bertukar tempat denganmu. Penyamaran saya berhasil, tidak ada seorang pun yang menyadari saya bukan manusia. Saya memiliki kemampuan untuk merubah warna kulit saya jadi seperti manusia, saya juga memakai wig model bob yang halus dan sebuah topi baret untuk menutupi salah satu mata saya.

Kamarmu sangat nyaman dan warnanya bagus. Saya suka kamu menempelkan hiasan-hiasan berbentuk bintang di langit-langit. Selimutmu tebal dan gambarnya lucu. Hari ini saya merapikan kamarmu sedikit, tapi sebenarnya sudah rapi.

Saya juga melihat-lihat isi lemari kamarmu, ada banyak pakaian. Kamu banyak sekali membelikan saya pakaian! Saya suka semuanya, terutama gaun-gaun selutut yang roknya mengembang. Terima kasih!

Kamarmu hari ini cukup berisik, Tuan Astronot. Awalnya saya tidak mengerti mengapa, namun saya menyadari bahwa suara-suara itu berasal dari lacimu. Isi lacimu menarik. Ada banyak koran-koran lama yang berteriak minta dibaca. “Masih banyak yang belum selesai!” teriak mereka. Saya rasa mereka bergurau, jadi saya tutup paksa lacimu. Tapi mereka masih terus berteriak. Jadi saya membacanya saja. Lagipula, pasti ada alasan kuat mengapa mereka kamu simpan di laci, bukan?

Koran lama saya baca sambil makan makanan ringan ruang angkasa yang ada di mejamu. Rasanya aneh, tapi tidak apa-apa. Beberapa waktu kemudian, saya menyadari makananmu basi. Saya sakit perut, ingin ke toilet tapi koran-koran lama menangis ketika saya mau pergi. Pahadal hanya ke toilet.

Jadi saya duduk diam saja di sini, mendengarkan kisah-kisah dari koran-koran lama sambil menulis untuk kamu. Setelah mendengarkan mereka, saya jadi memiliki beberapa pertanyaan. Jika suatu hari manusia tahu kulit saya hijau, mereka mau apa? Jika suatu mereka tahu mata saya tiga, mereka mau apa?

Sepertinya ada yang memencet bel rumahmu, Tuan Astronot. Ah, rupanya koran-koran hari ini.

-

Hai! Ini adalah episode pertama “Salam Semesta Tuan Astronot”, yang merupakan konten baru di Kompasiana saya. Konten ini akan tayang secara rutin di sini dan akan selalu berupa fiksi mengenai pemikiran-pemikiran pribadi saya tentang manusia dan semesta.

Peluk peluk,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun