Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Kamu Mewarna Awan dengan Warna Hijau

5 Mei 2016   09:14 Diperbarui: 5 Mei 2016   17:42 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="source: www.bforball.com"][/caption]Meja kecil berbentuk bundar di tengah-tengah kita adalah satu-satunya meja di ruangan ini. Saya dan kamu duduk di lantai, berhadapan. Kamu bilang ingin dibantu mewarnai. Kamu bilang tidak punya pensil warna sebatang pun. Maka saya membawakan beberapa kotak pensil warna untuk kita. Agar saya dan kamu bisa mewarnai.

Kamu membuka gulungan kertas besar yang kamu bawa. Kita melihat sebuah gambar besar di atas meja. Ada gunung, matahari, awan, sawah, sungai, burung-burung dan langit.

Kamu mengambil sekotak pensil warna yang saya letakkan di lantai. Kamu mengeluarkan pensil warna kuning dan mulai mewarnai gunung kiri. Maka saya juga mengambil pensil warna kuning dan mewarnai gunung kanan. Selama ini saya kira gunung warnanya hijau karena banyak pohon, tapi kamu memilih menanami gunung dengan bunga matahari.

Setelah selesai dengan gunung, kamu mengeluarkan pensil warna hijau dan mewarnai awan-awan di bagian kiri. Kamu mencipta rerumputan di awan. Awan bukan lagi kumpulan titik-titik air yang mengkristal di atmosfer karena terlampau jenuh. Awan dalam sekejab menjelma menjadi negeri di atas langit, yang seluruh permukannya rerumputan. Kamu bisa berbaring di atasnya seharian, sambil baca buku atau melukis.

Lantas kamu mewarna sawah dengan warna merah muda karena panen harum manis lebih menyenangkan daripada panen padi. Kamu mewarna sungai dengan cokelat karena minum susu cokelat lebih enak daripada minum air mineral. Kamu menambahkan satu tanduk warna pelangi pada burung-burung di udara karena kamu mengawinkan burung dengan unicorn. Maka saya memakai warna-warna yang sama juga untuk mewarnai bagian saya.

Akhirnya gambar ini selesai diwarnai. Kamu memasukkan kembali semua pensil warna ke dalam kotaknya. Kemudian kamu merobek gambar ini jadi dua, sehingga bagian yang saya warnai dan yang kamu warnai kini terpisah. Saya tidak mengerti apa yang terjadi. Setahu saya, warna yang saya gunakan sama persis dengan warna yang kamu gunakan. Lantas apa salah saya sehingga gambar ini kamu robek jadi dua?

Kamu menggulung bagian kamu dan membawa serta satu kotak pensil warna saya. Kemudian kamu keluar dari ruangan ini, sementara saya masih duduk di tempat saya.

Saya kira kita mewarnai bersama.

Lalu saya memutuskan untuk menikmati sebagian dari dunia yang kamu cipta. Saya mencicipi susu coklat dari sungaimu, tapi ternyata rasanya asam. Susunya sudah basi.

Saya kira kita mewarnai bersama. 

 

Harum manisnya juga basi, bunga mataharinya layu, rumputnya palsu, apalagi unicorn-nya,

5 Mei 2016, Livia Halim

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun