“Berhenti mencoba mengikatnya dengan narasi, Luana,” sebuah suara yang pernah saya kenal baik terdengar. Saya menoleh, rupanya Jika Saja kembali.
“Kenapa? Saya melakukan ini agar ia dapat dengan mudah saya kenang, agar rupanya tidak hilang begitu saja dalam memori saya.”
Jika Saja menepuk pundak saya pelan, “kamu selalu terlambat menemukan saya, Luana. Saya bukan pengendali waktu. Saya tahu kelak kamu akan membutuhkan saya kala ingin membakar narasi itu. Maka saya datang ke sini lebih awal, agar kamu berhenti melakukan hal bodoh lagi.”
“Hal bodoh apanya?”
“Tadi saya melihat Angkasa sudah terikat dalam narasi yang lain, ia berdiam di dalam sebuah buku dongeng. Seorang gadis kecil memeluk buku itu dengan mata berbinar-binar penuh harap.”
“Siapa gadis kecil itu?”
“Siapa lagi, Luana. Itu kamu yang dulu.”
21 Februari 2016, Livia Halim
Illustration source: www.markryden.com