Mohon tunggu...
Abd Hafid
Abd Hafid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Ibnu Sina Batam & STAI Ibnu Sina Batam

Doktor Pendidikan Agama Islam UIN Jakarta, Mahasiswa Manajemen SDM S3-UNJ tahun 2015 dengan status candidat Doktor 2018. Dosen Tetap STAI Ibnu Sina Batam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Duet Politisi-Non Politisi Sangat Ideal untuk Pilkada Batam

29 September 2019   12:56 Diperbarui: 29 September 2019   13:07 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribunnews.com

 

Dr. (C). Abd. Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM.

( Dosen Univ Ibnu Sina Batam)

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilaksanakan secara serentak tahun 2020 sudah mulai menjadi topik pembicaraan hangat di masyarakat. Sebanyak 270 daerah yang akan melaksanakan pemilihan , kepada daerah di seluruh Indonesia. Dari 270 daerah, sembilan pemilihan Gubernur dan 224 pemilihan bupati serta 37 pemilihan walikota. Sembilan provinsi yang akan melaksanakan pemilihan gubernur adalah Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Khusus di Provinsi Kepulauan Riau, daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah meliputi kota Batam, Karimun, Bintan, Lingga, Natuna dan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau sendiri.

Diperkirakan pendafatarn pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dilaksanakan pada bulan Februari 2020. Sementara pendaftaran calon bupati dan wakil bupati serta calon walikota dan wakil walikota akan dilaksanakan pada awal bulan Maret 2020.  Di kota Batam, beberapa partai telah melakukan penjaringan bakal calon walikota dan wakil walikota. Hingga sekarang, beberapa orang  telah mencuat namanya sebagak bakal calon walikota maupun wakil walikota Batam baik dari kalangan partai maupun non partai (pengusaha, birokrat, pers dan polisi).

Sebut misalnya yang berasal dari kalangan politisi  Muhammad Rudi, Amsakar Achmad (Nasdem), Lukita Dinarsyah Tuwo (PDIP), Ruslan Ali Wasyim (Golkar), Iman Sutiawan dan Asnah (Gerindra), Safari Ramadhan (PAN), dan Abdul Basit Haz (PKB). Adapun nama figur bakal calon yang sudah mencuat di masyarakat yang berasal dari non-partai adalah Haris Lambey (Polisi dan pengusaha), Candra Ibrahim (Profesional), Kamsa Bakri (Pengusaha) dan M Al Ichsan (Pengusaha).

Dalam konteks partai politikDalam,  dalam setiap pilkada ada dua indikator yang kadang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pasangan calon yaitu modal besar dan modal popularitas. Modal besar umumnya berasal dari kalangan pengusaha dan profesional, meskipun tidak jarang figur pengusaha dan profesional juga memiliki popularitas yang tinggi di tengah masyarakat. Sedangkan modal popularitas, umumnya berasal dari birokrat dan politisi.

Kombinasi antara modal besar dan modal popularitas seringkali menjadi pertimbangan kuat dalam menentukan pasangan calon walikota-wakil walikota di setiap daerah. Hal ini juga berlaku pada Pemilu 2019 yang lalu dimana pasangan Jokowi- Ma'ruf Amin yang berasal dari kader Partai PDIP sedangkan Ma'ruf Amin berasal dari non Partai. Demikian juga beberapa kepala daerah di Provinsi Kepulauan Riau dipimpin oleh pasangan Politisi-non politisi, antara lain kota Batam, Karimun, dan Tanjung Pinang bahkan Provinsi Kepulauan Riau itu sendiri.

Belajar dari kesuksesan dan kemenangan pasangan duet politisi-non politisi ini hendaknya menjadi perhatian bagi partai-partai pengusung calon walikota dan wakil walikota batam pada pilkada 2020 mendatang.  

Fenomena Distrust Pada Politisi

Secara tidak formal, sebagai akademisi saya membuat survey secara langsung kepada 130 orang mahasiswa sebagai sampelnya dengan memberikan pertanyaan "Pada pilkada kota Batam yang akan datang, pasangan mana yang anda pilih: a). Pasangan politisi -- polisi, b). pasangan Politisi-non politisi, c). pasangan non politisi-politisi, d). pasangan non politisi-non politisi. Dari keempat alternatif jawaban sebanyak 27 orang (21%) menjawab point (a), 61 orang (47%) menjawab point (b), 22 orang (17%) menjawab point (c), dan 20 orang (15%) menjawab point (d).

Jika memperhatikan persentase jawaban di atas, sangat jelas bahwa animo masyarakat sekarang cenderung menginginkan kepala daerah kota Batam berasal dari pasangan politisi-non politisi. Ini bukan sesuatu yang baru, sebab sebagaimana telah di atas beberapa daerah kabupaten dan walikota pada pilkada 2018 yang lalu juga dimenangkan oleh duet pasangan ini. Alasannya tentu saja beragam argumentasi yang berkembang di masyarakat, namun akhir-akhir ini memang kelihatan semakin menurunnya kepercayaan masyarakat pada politisi di kota Batam ini. Dan fenomena ini bukan saja terjadi di kota Batam, akan tetapi juga secara nasional.

Boleh kita lihat bagaimana pernyataan masyarakat yang diwakili oleh mahasiswa yang berunjuk rasa di kantor DPR RI maupun di DPRD kota Batam beberapa waktu yang lalu.  Terjadinya distrust masyarakat pada figur politisi khususnya dalam konteks pemilihan kepala daerah setidaknya dapat menjadi perhatian dan pertimbangan partai yang akan mengusung calon walikota dan wakil walikota Batam pada Pilkada 2020 mendatang. Ketidakpercayaan ini lahir akibat masyarakat menganggap kinerja politisi yang duduk di legislatif sangat diragukan.    

Apatisme Masyarakat Pada Pilkada

Gejala lain yang seringkali muncul pada setiap event pemeilihan kepala daerah adalah sifat apatisme masyarakat. Mereka acuh tak acuh dengan pemilihan kepala daerah. Hal ini juga muncul akibat  rasa puas dengan kinerja dan kebijkan kepala daerah tersebut yang dianggapnya tidak berpihak pada masyarakat kalangan bawah. Sehingga hak-hak mereka seringkali terabaikan.

Sebaliknya hal yang berbeda bisa terjadi, dimana figur yang maju menjadi calon walikota dan wakil walikota adalah figur yang dianggap populer di tengah-tengah masyarakat. Tentu saja kepopuleran ini karena yang bersangkutan dianggap mampu mengambil simpati masyarakat melalui pendekatan sosial (social approach) yang telah lama ia lakukan. Olehnya itu, jika figur ini berhasil masuk dalam bursa calon baik sebagai walikota maupun wakil walikota akan menguntungkan pasangan tersebut.

Secara psikologi pemilih, mengapa duet antara pasangan politisi-politisi tidak mendapat respon positif di kalangan masyarakat pada setiap pemilihan kepala daerah adalah karena masyarakat menganggap kedua pasangan yang berasal dari kader partai cenderung lebih mengedepankan kelompoknya sendiri dibanding dengan masyarakat umum. Sehingga dalam membuat kebijakan cenderung mengabaikan kepentingan masyarakat luas. Sedangkan pasangan politisi-non politisi oleh masyarakat menganggap ada keterwakilan dari masyarakat umum yang selama tidak tersentuh oleh kepentingan partai politik.

Pertimbangan lainnya, adalah bahwa kota Batam merupakan kota masuk kategori kawasan khusus. Berdiri di dalamnya industri yang tentu saja menarik perhatian besar oleh banyak kalangan. Belum lagi dengan adanya kepemimpinan ex officio dimana walikota Batam merangkap menjabat sebagai kepala BP Batam. Keadaan ini "memaksa" walikota yang akan datang sangat ideal didampingi oleh profesional yang mengetahui banyak tentang bisnis dan lain sebagainya.  Pertimbangan ini lah mengapa kota Batam  ke depan harusnya dipimpin oleh kalangan politisi yang berpengalaman berpasangan dengan non politisi yang inovatif dan transformatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun