Mohon tunggu...
Mikhael Aditya
Mikhael Aditya Mohon Tunggu... -

Pria sederhana saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jembatan Tua

20 Januari 2012   11:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:39 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ma, sepertinya aku batalin pernikahanku aja ya…”, curhat Caroline pada ibunya. “Lho, kenapa sayang? bukannya kalian sudah sangat cocok? kenapa tiba-tiba mau dibatalin?”, tanya ibunya penasaran dan sedikit bisa menebak jalanpikiran putri satu-satunya itu.

“Gimana ya ma, rasanya seperti…”, “Rasanya seperti tidak cerah masa depanmu?”, potong ibunya sebelum Caroline menyelesaikan kalimatnya. “Yup, seperti itulah ma. Semakin aku pikirkan semakin aku ragu. Menurut mama gimana?”, tanya Caroline sambil merebahkan tubuhnya disamping ibunya yang sedang menyulam.

Sang ibu hanya tersenyum manis. Diletakannya sulaman itu dimeja lalu dikecupnya kening putri kesayangannya itu. Dibelai rambut putrinya yang hitam panjang dan diikat model ekor kuda. “Sebelum ibu menjawab pertanyaanmu, maukan temani ibu besok pagi joging?”, tanya ibunya sambil mengecup kening putrinya sekali lagi. Caroline tidak menjawab ibunya, hanya pelukan mesra dan hangat yang diberikan sebagai jawaban iya.

Matahari subuh terasa hangat menyelimuti dua insan manusia yang sedang berlari kecil menikmati indahnya lukisan sang Maha Pencipta. Bunga-bunga seakan menyapa mereka dengan mekar warna-warninya yang indah disepanjang jalan. Kicau indah melodi para burung bernyanyi mengusir sunyi dipagi hari.

Setelah merasa cukup berkeringat, Caroline dan ibunya memilih sebuah tempat untuk beristirahat sebentar. Dengan senyuman khasnya, Ibunya mengajak dia kesebuah jembatan gantung yang sudah cukup berumur. Lalu ibunya memintanya duduk disampingnya disebuah kursi dekat pohon tua nan rindang yang meneduhkan.

“Cantikkan pemandangan disini”, tanya ibunya membuka pembicaraan. Caroline yang masih sedikit ngos-ngosan hanya bisa menganggukan kepala sambil tersenyum. Diliputi oleh kabut pagi yang masih cukup tebal, jembatan gantung tua itu hanya terlihat setengahnya saja. Dan dibawah jembatan itu malah tidak terlihat apa-apa karena kabut yang ada.

“Sayang, jika mama memintamu menyebrangi jembatan itu untuk memetik sebuah bunga, maukah kamu memetikanya untuk mama?”, tanya sang ibu sambil tetap menatap jembatan gantung tua itu. “Wah, aku tidak mau ma, jembatan itu sudah tua, bisa putus kapan saja dan kabut yang ada malah menambah bahayanya. Mending aku belikan mama bunga ditoko bunga. Cepat dan mudah”, jawab Caroline spontan dan penasaran atas pertanyaan ibunya.

Ibunya tertawa kecil mendengar jawaban putri kesayangannya itu. “Lalu apa hubungannya dengan pertanyaanku yang kemarin ma? mama tentu tidak mengajakku sekedar berolahraga pagi bukan?”, tanya Caroline berharap ibunya memang ada yang ingin disampaikan.

“Tentu saja sayang, mama sudah merawatmu dari kecil, dan dari pengalaman mama kamu orangnya tidak bisa diberi penjelasan dengan kata-kata saja tetapi perlu dengan cerita dan pengertian lainnya”, jawab ibunya dengan pandangan mengoda.

“Sekarang, mama tanya lagi ya, jika kamu diajak pangeranmu untuk memetik bunga yang sangat diinginkanmu diseberang jembatan itu, maukah kamu kesana memetiknya?”, tanya ibunya dengan senyuman penuh arti.

Kali ini Caroline tidak langsung menjawab. Sebuah pertanyaan yang mudah sekaligus susah. Jika dia mengiyakan, berarti dia harus siap kehilangan nyawanya seandainya jembatan itu putus dan jatuh kebawahnya. Tetapi jika dia menolaknya, berarti dia tidak akan mendapatkan bunga yang sangat diinginkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun