Fistula ani merupakan salah satu penyakit yang sulit untuk diatasi. Awalnya, mungkin terlihat sepele sebagai infeksi lokal yang tidak menimbulkan gejala serius pada tubuh. Namun, penyakit ini dapat menjadi masalah yang sangat mengganggu, bahkan beberapa penderita merasa putus asa karena tidak kunjung sembuh. ( sumber Bedah Umum )
Dalam perkembangannya, fistula ani dapat menjadi semakin kompleks dan panjang jika tidak diobati, bahkan bisa berkembang menjadi kanker di daerah anus. Oleh karena itu, deteksi dini sangat penting untuk mencegah hal tersebut terjadi. Fistula ani biasanya berasal dari abses perianal yang disebabkan oleh infeksi di dalam anus. Infeksi ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti kebersihan anal yang buruk, duduk terlalu lama, kesulitan buang air besar, hubungan seks melalui anus, atau terapi radiasi. Beberapa penyakit seperti tuberkulosis, penyakit Crohn, penyakit radang usus, bahkan kanker di daerah anorektal dapat menyebabkan fistula ani. Oleh karena itu, pemahaman yang seksama tentang penyakit ini sangatlah penting.
Abses perianal atau bisul di daerah anus sering dianggap sepele dan hanya diberikan pengobatan konservatif, bahkan dalam beberapa kasus, operasi hanya dilakukan insisi tanpa melakukan eksplorasi. Hal ini bisa menyebabkan fistula yang mendasarinya terlewatkan, sehingga abses tersebut terus kambuh tanpa sembuh. Jika abses tersebut membuat saluran antara bagian dalam anus dan kulit di luar, maka kondisi tersebut disebut sebagai fistula. Pengobatan konservatif pada tahap ini akan sangat sulit untuk menyembuhkan penyakitnya, sehingga operasi menjadi pilihan yang tepat.
Ada berbagai teknik operasi untuk mengatasi fistula ani, mulai dari penggunaan benang, plug atau sumbat, lem, fistulectomy, fistulotomy, hingga seton. Namun, saat menghadapi fistula yang kompleks, dapat terjadi komplikasi yang serius seperti terputusnya otot anus yang mengakibatkan hilangnya kontrol terhadap buang air besar, bahkan mungkin memerlukan colostomy (pembuatan lubang baru untuk buang air besar di luar tubuh) sementara waktu. Oleh karena itu, telah dikembangkan teknik operasi untuk fistula ani yang aman tanpa memotong otot dan menghindari colostomy.
Laser telah banyak digunakan dalam berbagai prosedur operasi, namun penggunaan laser untuk fistula baru dikembangkan sekitar sepuluh tahun yang lalu. Indonesia memiliki kebanggaan karena mengenal penggunaan Laser untuk Fistula sejak tujuh tahun yang lalu dan memiliki jumlah kasus penggunaan laser untuk fistula terbanyak di Asia Tenggara. Laser yang digunakan berasal dari perusahaan Biolitech Company Jerman (BCJ), dan teknik ini dipatenkan dengan nama Fistula Ani Laser Closure atau disingkat FiLac. FiLac telah diakui dalam jurnal-jurnal internasional dan memberikan manfaat yang signifikan, terutama dalam mengurangi inkontinensia dan menghindari colostomy. Tingkat kesembuhan FiLac cukup tinggi pada kasus-kasus sederhana, namun masih bervariasi pada kasus-kasus yang sudah pernah dioperasi berkali-kali dan kompleks. Prinsip kerja FiLac mirip dengan fistulectomy, namun menggunakan laser untuk membakar epitel fistula sehingga otot tidak terputus dan perdarahan dapat dihindari. FiLac juga mampu menjangkau fistula yang tinggi selama belum menembus rongga perut.
Dengan menggunakan teknik fistulografi kontras dan MRI, peta fistula ini dapat terlihat dengan jelas sehingga memungkinkan untuk mencapai daerah tersebut dengan menggunakan kateter laser yang kecil. Luka yang dihasilkan oleh FiLac hanya sekitar 0,5 hingga 1 cm, sehingga pasca operasi, pasien tidak merasakan nyeri yang hebat dan dapat kembali beraktivitas dengan cepat. Perawatan pasca operasi juga cukup mudah dan tidak menyakitkan. Kebanyakan pasien mengalami kesembuhan dalam rentang waktu 1 hingga 6 bulan setelah operasi. Jika fistula masih belum sembuh setelah 6 bulan, FiLac dapat diulang dengan evaluasi yang teliti. Salah satu kendala dalam penggunaan FiLac adalah harganya yang relatif mahal karena penggunaan kateter laser sekali pakai untuk mengurangi risiko penularan penyakit. Meskipun banyak negara lain yang mengembangkan laser yang lebih murah, namun belum memiliki dasar penelitian yang sekomprehensif seperti Biolitec Laser dari Jerman. Oleh karena itu, dokter harus mengutamakan riset yang telah dilakukan sebagai dasar dalam praktiknya.
Dr. Tony Sukentro, Sp.B, seorang pakar proktologi khususnya dalam penggunaan FiLac, telah melakukan lebih dari 500 kasus fistula ani dengan berbagai tingkat kesulitan dan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. "Saya masih terus belajar, terutama dalam menangani kasus-kasus yang sulit dan pasca operasi berulang untuk mencapai tingkat kesembuhan yang lebih tinggi," ujar Dr. Tony Sukentro, Sp.B.
Dr. Tony Sukentro, Sp.B telah mendapatkan sertifikasi sebagai advanced FiLac surgeon dari SUED Medical Centre, Ingolstad Jerman, di bawah bimbingan ahli bedah berpengalaman, Dr. Salih Avdicausevic. Pengembangan teknik FiLac ini dapat menjadi unggulan Indonesia dalam bidang medical tourism dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang masih dalam tahap pembelajaran. Tidak menutup kemungkinan pasien dari luar negeri akan datang ke Indonesia untuk mencari kesembuhan dari penyakit Fistula Ani. Semoga teknik FiLac semakin sempurna dan dapat menyembuhkan 100% kasus Fistula ani dalam berbagai jenisnya, serta menjadikan nama Indonesia semakin dikenal di dunia kedokteran internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H