Pengamat politik begitu gencarnya melakukan analisa ideal tetapi melupakan kepentingan negara yang semakin kompleks. Banyak yang melihat dalam perspektif penalaran pribadi untuk kemenangan dan tidak melihat kepentingan bangsa secara utuh. Sebut saja misalnya apakah pemimpin negara ini memahami bahwa keamanan dan stabilitas adalah faktor utama dalam menjalankan roda pemerintahan.
Kacamata kapital berupa finansial dan media menjadi pertimbangan yang paling banyak di lakukan padahal negara dalam kondisi yang terancam persatuan dan kesatuannya akibat dari 10 tahun ini kita banyak melupakan area tersebut dan sibuk dengan gemuruh politik dan masalah.
Saat ini masyarakat yang di butakan oleh faktor media yang menjual diri untuk meningkatkan popularitas dan pencitraan semakin menghilangkan jiwa netralitas dari media. Semua berlomba untuk memberikan kesan positif dan kesan negatif dengan saluran media. Padahal di sisi lain ancaman keutuhan bangsa ini sedang dalam posisi yang cukup membuat kuatir.
Negara ini punya pengalaman ketika di pimpin oleh sipil tidak ada satupun yang bisa bertahan dalam kurun waktu 5 tahun pemerintahan semenjak era kemerdekaan. Sebut saja era Gusdur dan Megawati yang hanya bertahan 2 tahun dan digulingkan oleh DPR. Kenyataan ini tergambar kembali saat ini dimana kekuatan DPR menjadi lebih powerfull di banding kekuatan di eksekutif.
Jika melihat kenyataan ini, calon kuat seperti Jokowi yang walaupun secara ke-partaian terseok-seok dan tidak mendapatkan suara bulat untuk membawanya langsung ke eksekutif nomor satu di Indonesia akan memilih Jusuf Kalla yang juga berlatar belakang sama maka jelas ada sebuah permufakatan jahat yang terjadi disini.
Skenario yang mungkin bisa muncul adalah, Jokowi akan kehilangan suara di DPR dan terjadi seperti apa yang terjadi saat era Gusdur-Mega yang ujungnya akan membawa Jusuf Kalla menjadi presiden yang sebenarnya. Skenario ini terkesan asal tetapi jika di lihat lebih dalam lagi peluang ini bisa dengan mudah muncul dan tentunya yang berkuasa adalah partai pengusung JK yang saat ini sepertinya bukan dari Golkar.
Skenario yang lain lagi adalah, sosok JK yang ambisius untuk memimpin negara dengan latar belakang pengusaha tentu akan membuat banyak pengusaha di Indonesia semakin malas untuk investasi karena dinasti JK cukup banyak dan semakin menggurita dan akhirnya menjadi salah satu penghambat dari laju ekonomi Indonesia.
Melihat hal itu, perlu kita cermati bagaimana memilih sosok wakil yang benar dan punya niat yang baik untuk membangun negara. Salah satu indikatornya adalah ia tidak mempunyai gurita bisnis, tidak membangun dinasti politik, tidak terindikasi pada urusan korupsi dan mempunyai kekuatan dan jaringan di militer serta berpengalaman di bidang birokrasi. - Tabik -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H