Mohon tunggu...
Litbang HMPI DPW
Litbang HMPI DPW Mohon Tunggu... Lainnya - Himpunan Mahasiswa Pariwisata Indonesia (HMPI) merupakan himpunan yang mencakup seluruh Indonesia yang didalamnya beranggotakan mahasiswa aktif di bidang pariwisata.

Penelitian dan Pengembangan seputar informasi pariwisata di Wilayah JABODETABEK, Bandung, Tasik, dan Garut

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Festival Cireundeu 2024 Momentum Kebangkitan Pariwisata Budaya Cimahi

18 Desember 2024   08:39 Diperbarui: 18 Desember 2024   08:39 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kampung Adat Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. Terdiri Dari 60 kepala keluarga atau 800 jiwa, yang sebagian besar bermata pencaharian bertani ketela. Kampung Adat Cireundeu sendiri memiliki luas 64 ha terdiri dari 60 ha untuk pertanian dan 4 ha untuk pemukiman.  Sebagian besar penduduknya memeluk dan memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan hingga saat ini. Selalu konsisten dalam menjalankan ajaran kepercayaan serta terus melestarikan budaya dan adat istiadat yang telah turun-temurun dari nenek moyang mereka. Masyarakat adat Cireundeu sangat memegang teguh kepercayaannya, kebudayaan serta adat istiadat mereka. Mereka memiliki prinsip "Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman" arti kata dari "Ngindung Ka Waktu" ialah kita sebagai warga kampung adat memiliki cara, ciri dan keyakinan masing-masing. Sedangkan "Mibapa Ka Jaman" memiliki arti masyarakat Kampung Adat Cireundeu tidak melawan akan perubahan zaman akan tetapi mengikutinya seperti adanya teknologi, televisi, alat komunikasi handphone, dan penerangan.

Kampung adat ini menjadi terkenal karena memiliki keunikannya tersendiri yakni dari segi pangan karena sejak tahun 1918 masyarakat adat di Cireundeu sudah tidak mengkonsumsi nasi beras lagi tetapi diganti dengan 'sangu sampeu' dengan bahasa lokal 'Sangueun'. Dinas Pariwisata Cimahi sendiri memberikan nama sendiri untuk 'Sangueun' ini dengan sebutan rasi atau beras singkong. 

Pada tahun ini Dinas Pariwisata Kota Cimahi mengadakan event dengan nama 'Festival Cireundeu' yang diadakannya di Kampung Adat Cireundeu. Dalam event tersebut ada beberapa rangkaian kegiatan seperti pasanggiri / perlombaan calung se-Jawa Barat, eksebisi kaulinan budak lembur, dan juga pintonan /  tampilan dari masyarakat Kampung Adat Cireundeu itu sendiri. Dalam event ini Dinas Pariwisata mengkonsep dekorasi seperti upacara adat tutup tahun geban tahun yang selalu dilaksanakan oleh Masyarakat Kampung Adat Cireundeu setiap tahun nya. Upacara tutup tahun geban tahun sendiri merupakan upacara adat untuk berterima kasih dan mengucapkan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas pemberian rezeki untuk tahun yang sudah terlalui dan meminta untuk pemberian rezeki yang akan datang. Selain Dinas Pariwisata dan Kampung Adat Cireundeu sendiri, HPI (Himpunan Perhotelan Indonesia) ikut berkontribusi bekerjasama untuk mendatangkan tamu untuk berkegiatan di event tersebut. Tujuan dari Dinas Pariwisata mengadakan Festival Cireundeu ini adalah untuk mengenalkan  kebudayaan kepada masyarakat seperti yang disampaikan oleh Mang Rey selaku anggota Pokdarwis, "Tujuan utama dari Dinas Pariwisata adalah untuk mengenalkan kebudayaan kita kepada masyarakat umum bahwa kebudayaan merupakan salah satu elemen yang sangat penting. Manusia Sunda mempunyai adat istiadat.. ..Menjaga adat istiadat itu bukan hanya tanggung jawab kita, tetapi tanggung jawab kita semua." . Banyak tamu yang mengunjungi Festival Cirendeu ini karena event ini di informasikan di sosial media, yang tamu yang terjauh merupakan dari Dinas Pariwisata Kota Padang. 

Harapan  Mang Rei sebagai salah satu pihak  Kampung Adat Cireundeu untuk masyarakat umum, diharapkan masyarakat sadar akan pentingnya menjaga lingkungan sosial dan adat istiadat merupakan bukan hanya tanggung jawab masyarakat adat tetapi merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat. Karena jika bukan kita selaku masyarakat Indonesia, selaku anggota suku tersebut, siapa lagi yang harus melestarikan budaya yang ada di Indonesia?

Sumber : 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun