Mohon tunggu...
Fact Checker UI
Fact Checker UI Mohon Tunggu... Mahasiswa - UKM Fact Checker Universitas Indonesia

Fact Checker Universitas Indonesia adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bergerak di bidang literasi digital dan periksa fakta. UKM ini telah berdiri sejak tahun 2020 dan memiliki tujuan sebagai forum untuk mahasiswa melakukan kegiatan periksa fakta, mengedukasi publik, dan mengurangi penyebaran hoaks di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ekspor Pasir Laut: Jalan Keluar Ekonomi atau Jalan Buntu untuk Kelestarian Sumber Daya?

31 Oktober 2024   20:50 Diperbarui: 31 Oktober 2024   21:03 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan ekonomi suatu negara sering kali dipicu oleh potensi sumber daya alam yang dimiliki. Namun, dalam konteks ekspor pasir laut, dilema etika dan lingkungan telah mencuat sebagai tantangan utama. Sejak tahun 2003, Indonesia telah melarang ekspor pasir laut guna melindungi ekosistem pesisir dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kelestarian sumber daya alam. Namun, pada bulan Mei 2023, Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2023 mengizinkan kembali ekspor pasir laut, yang menuai kontroversi luas di kalangan aktivis lingkungan dan ahli maritim. Ekspor pasir laut sering diasosiasikan dengan proyek reklamasi dan pembangunan infrastruktur yang memberikan manfaat ekonomi signifikan. Singapura, misalnya, bergantung pada impor pasir laut dari Indonesia untuk rencana mega-proyek seperti Tuas Port. Namun, analisis sentimen masyarakat menunjukkan opini yang kompleks. Penelitian menggunakan algoritma Support Vector Machine pada media sosial Twitter menunjukkan bahwa opini publik dominan menyerukan regulasi ketat dan kampanye pendidikan lingkungan guna menghindari dampak negatif ekspor pasir laut.

Pasir laut bukanlah barang biasa; ia merupakan komoditas vital dalam reklamasi lahan dan pembangunan pulau. Akan tetapi, aktivitas penambangan pasir laut telah dikritik keras karena potensi kerusakan lingkungan yang parah. Yonvitner, kepala pusat penelitian sumber daya pantai dan laut Institut Pertanian Bogor, menyatakan bahwa regulasi terkini tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat untuk identifikasi situs-situs tambang dan perhitungan manfaat serta kerugiannya.  Aktivitas penambangan pasir laut telah dikaitkan dengan korban karang hidup, degradasi mangrove, dan abrasi pantai. Ekspor pasir laut tampaknya menjanjikan keuntungan ekonomi singkat, tetapi ahli lingkungan menyoroti bahwa dampak jangka panjang akan melebihi manfaat ekonomi. Bhima Yudhistira, direktur eksekutif Center for Economic and Law Studies (CELIOS), menekankan bahwa dredging sedimentasi laut dapat menyebabkan kerusakan coral reefs, meningkatkan erosi pantai, dan mengancam spesies marin. Selain itu, degradasi habitat laut akan mengurangi tangkapan ikan, sehingga berdampak pada ekonomi nelayan.

Untuk mengatasai dilema ini, rekomendasi alternatif telah diajukan oleh para ahli. Salah satunya adalah peningkatan investasi pada teknologi pengerukan ramah lingkungan. Regulasi yang ketat terkait ekspor pasir laut juga diperlukan untuk menghindari praktik ilegal dan melindungi zona-zona rawan lingkungan. Selain itu, kampanye penyuluhan tentang pentingnya ekosistem dan perlindungan lingkungan dapat meningkatkan kesadaran publik dan dukungan sosial untuk kebijakan yang lebih berkelanjutan.

Ekspor pasir laut merupakan contoh klasik dari konflik antara kepentingan ekonomi dan kelestarian sumber daya alam. Sedangkan Presiden Joko Widodo mengklarifikasi bahwa tujuannya adalah untuk meningkatkan industri dan reklamasi domestik, kritik-kritik dari para ahli lingkungan menyoroti bahwa aturan baru ini belum cukup efektif dalam melindungi zona-zona rawan lingkungan. Oleh karena itu, implementasi regulasi yang tegas, investasi teknologi ramah lingkungan, dan kampanye pendidikan lingkungan menjadi solusi alternatif yang lebih berkelanjutan untuk mengatur ekspor pasir laut di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun