Mohon tunggu...
Fact Checker UI
Fact Checker UI Mohon Tunggu... Mahasiswa - UKM Fact Checker Universitas Indonesia

Fact Checker Universitas Indonesia adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bergerak di bidang literasi digital dan periksa fakta. UKM ini telah berdiri sejak tahun 2020 dan memiliki tujuan sebagai forum untuk mahasiswa melakukan kegiatan periksa fakta, mengedukasi publik, dan mengurangi penyebaran hoaks di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Persebaran Hoaks Visual dan Cara Menghadapinya

10 Desember 2023   23:31 Diperbarui: 10 Desember 2023   23:41 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:https://blenderartists.org/t/do-cgi-eyes-actually-look-fake/681340/21?page=2 

Hoaks visual adalah jenis hoaks yang melibatkan manipulasi gambar atau video untuk menciptakan kesan atau narasi yang tidak benar. Dengan menggunakan teknologi seperti CGI atau alat pengeditan gambar dan video, pembuat hoaks visual dapat memanipulasi konten multimedia untuk menyesatkan atau memanipulasi opini publik. Ini bisa mencakup pengeditan foto, pembuatan video palsu, atau manipulasi grafis untuk memberikan kesan tertentu yang tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya. Hoaks visual dapat menjadi alat yang sangat kuat untuk menyebarkan informasi palsu dan mempengaruhi persepsi orang terhadap suatu peristiwa.

CGI, atau Computer-Generated Imagery, merujuk pada gambar atau animasi yang diciptakan dengan bantuan komputer. Ini melibatkan penggunaan perangkat lunak khusus untuk membuat visual yang realistis atau fantastis. CGI digunakan luas dalam industri film, televisi, permainan video, dan iklan untuk menciptakan efek khusus, karakter, atau lingkungan yang sulit atau tidak mungkin direkam secara nyata.

Foto editan dan CGI dapat meningkatkan dampak hoaks visual dengan cara berikut:

1.Ketidakmampuan Membedakan Realitas

Foto editan dan CGI yang sangat canggih membuat sulit bagi orang untuk membedakan antara gambar atau video palsu dengan kenyataan, meningkatkan kemungkinan penyebaran informasi palsu.

2.Keterlibatan Emosional yang Lebih Tinggi

Citra yang dihasilkan secara realistis melalui CGI atau foto editan dapat memicu respons emosional yang lebih kuat dari penonton, meningkatkan kemungkinan persebaran hoaks visual tersebut.

3.Percaya Diri Pencipta Hoaks Penggunaan teknologi canggih dapat memberikan kesan profesionalisme pada hoaks visual, membuat penciptanya lebih percaya diri dalam menyebarkan informasi palsu.

4.Dampak Sosial dan Politik yang Lebih Besar

Hoaks visual yang melibatkan foto editan atau CGI dapat memiliki dampak sosial dan politik yang lebih besar, terutama jika terkait dengan isu-isu sensitif atau kontroversial.

5.Persebaran yang Cepat

Konten visual yang menarik perhatian sering kali tersebar dengan cepat melalui platform media sosial, mempercepat penyebaran hoaks visual dan meningkatkan dampaknya.

6.Meningkatkan Kesenjangan Kognitif

Penerima hoaks visual mungkin mengalami kesenjangan kognitif, di mana mereka terus mempercayai informasi palsu meskipun ada bukti yang menunjukkan sebaliknya, karena kesulitan membedakan keaslian konten.

Mengatasi dampak hoaks visual memerlukan pendekatan holistik, termasuk pendidikan literasi digital, pengembangan kritisitas konsumen media, dan langkah-langkah teknis untuk mendeteksi dan melawan konten palsu.

Ada beberapa cara untuk membedakan foto editan dan CGI dari foto asli, yaitu:

1. Perhatikan Bayangan dan Pencahayaan

Foto asli memiliki bayangan dan pencahayaan yang konsisten dengan lingkungan dan objek yang ada.

CGI yang tidak akurat mungkin memiliki pencahayaan yang tidak sesuai atau bayangan yang tidak masuk akal.

2. Periksa Detail Tidak Alami

Perhatikan detail seperti refleksi mata, bayangan di sekitar objek, atau elemen lain yang mungkin tampak tidak alami dalam foto editan atau CGI.

3. Ketidakcocokan Perspektif dan Proporsi

 Perhatikan apakah proporsi objek dan perspektif keseluruhan sesuai dengan lingkungan sekitarnya.

Kesalahan dalam mempertahankan proporsi dan perspektif dapat mengindikasikan manipulasi.

4. Periksa Kualitas Resolusi dan Detail

 Foto asli cenderung memiliki resolusi dan detail yang konsisten di seluruh gambar.

Penggunaan CGI atau manipulasi ekstensif dapat menyebabkan kehilangan detail atau ketidakcocokan resolusi.

5. Kualitas Warna dan Kontras

Perhatikan kualitas warna dan kontras. Manipulasi mungkin menghasilkan warna yang terlalu tajam, tidak alami, atau kontras yang tidak konsisten.

6. Periksa Kesalahan Komputer Grafis

Jika ada elemen CGI yang terlibat, cari kesalahan umum dalam grafika komputer seperti pencahayaan yang tidak konsisten, rendering yang tidak akurat, atau efek yang tidak realistis.

7. Cari Tanda-Tanda Pengeditan

 Perhatikan tanda-tanda pengeditan seperti tepi yang buram, bingkai yang tidak rapi, atau artefak pengeditan yang mencurigakan.

8. Cek Metadata Foto

Informasi metadata foto, seperti tanggal pengambilan, dapat memberikan petunjuk apakah foto telah mengalami manipulasi setelah diambil.

Penting untuk mencocokkan semua elemen ini dan tidak hanya bergantung pada satu tanda. Kombinasi dari faktor-faktor ini dapat membantu dalam membuat penilaian lebih akurat tentang keaslian suatu foto.

Dalam era di mana teknologi seperti CGI dan manipulasi visual dapat menciptakan ilusi yang menyesatkan, penting bagi kita semua untuk mengembangkan literasi digital, kritis, dan kecerdasan media. Dengan meningkatkan pemahaman tentang cara membedakan antara foto asli dan hasil manipulasi, kita dapat lebih waspada terhadap penyebaran hoaks visual dan berkontribusi pada menciptakan lingkungan informasi yang lebih dapat dipercaya.

Referensi:

Nightingale SJ, Wade KA. Identifying and minimising the impact of fake visual media: Current and future directions. Memory, Mind & Media. 2022;1:e15. Doi:10.1017/mem.2022.8

Wojdynski, Bartosz W., Binford, Matthew T. and Jefferson, Brittany N.. “Looks Real, or Really Fake? Warnings, Visual Attention and Detection of False News Articles” Open Information Science, vol. 3, no. 1, 2019, pp. 166-180. https://doi.org/10.1515/opis-2019-0012

Weikmann, T., & Lecheler, S. (2023). Visual disinformation in a digital age: A literature synthesis and research agenda. New Media & Society, 25(12), 3696-3713. https://doi.org/10.1177/14614448221141648

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun