Perihal pahlawan, apa yang sebenarnya terlintas terkait makna pahlawan di era digital ini? Akankan pahlawan yang dimaksud seperti layaknya kisah film yang rela mengorbankan nyawanya untuk bertarung merebut kebenaran ataukah kisah keberanian pahlawan nasional masa lampau yang selalu maju tak gentar? Pahlawan di era digital ini memiliki makna yang lebih luas, karena tanpa disadari kompleksitas  permasalahan digital selalu ada untuk menyerang. Era sekarang ini semua bisa memiliki peluang yang sama untuk menjadi pahlawan digital dalam memberantas kejahatan hoaks misalnya. Menurut Hook (1997) yang dimaksud pahlawan adalah seseorang yang menemukan masalah dengan konsekuensi dampak yang mengkhawatirkan apabila tidak ditindaklanjuti sesuai apa yang sebaiknya dilakukan. Pengguna internet yang semakin luas tanpa mengenal batas geografis dan usia membuat inovasi yang juga semakin meluas. Perkembangan startup menjadi salah satu media perjuangan pahlawan digital yang menjadi wajah inspirasi untuk dicontoh sebagai kontribusi pemecahan solusi permasalahan digital. Peran serta seluruh masyarakat di Indonesia sangat penting untuk dihadirkan sebagai pahlawan digital mulai dari pahlawan untuk diri masing-masing.
Kemudahan di era digital membawa kecepatan penyebaran informasi melalui berbagai media yang tersedia bahkan hanya dalam hitungan detik. Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) melalui analisis datanya menunjukkan bahwa 89,2% masyarakat Indonesia merasa tidak nyaman akibat adanya berita hoaks yang selalu datang silih berganti, Â dan 20,3% masyarakat Indonesia memiliki keraguan untuk menentukan berita mana yang benar dan mana berita yang palsu, mengingat hoaks sekarang tersebar dengan kemasan yang rapi untuk dikonsumsi masyarakat layaknya berita.Â
Selain itu, intensitas waktu penerimaan berita hoaks di masyarakat sedikitnya 14,7% diantaranya menerima lebih dari satu berita hoaks per hari. Sedangkan, 34,6% masyarakat diantaranya menyatakan bahwa mereka menerima satu berita hoaks setiap hari melalui berbagai platform media sosial (Mastel, 2019). Data statistik hoaks yang dirilis oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga menunjukkan bahwa berita hoaks di Indonesia mengalami lonjakan pada informasi kesehatan terkait COVID-19 (Kominfo, 2020). Kondisi di era di mana persebaran hoaks yang tiada hentinya akan selalu ada dan berkembang jika setiap masyarakat belum sadar untuk menjadi pahlawan digital setidaknya untuk melindungi diri sendiri.
Dalam jurnal yang diteliti oleh (Lazuardi 2019), terdapat tujuh jenis hoaks yang dilansir dari organisasi non-profit First Draft. ketujuh jenis hoaks tersebut digunakan sebagai rujukan oleh FAFHH (Forum Anti Fitnah Hasut Hoaks) yang  dibawahi oleh Kominfo. Macam-macam jenis hoaks tersebut yaitu, satir atau parodi (satire/parody), konten yang menyesatkan (misleading content), konten yang salah konteks (false context), koneksi yang salah (false connections), konten tiruan (imposter content), konten yang dimanipulasi (manipulated content), konten palsu (fabricated content).
Kategori satire atau parodi
Satire atau parodi biasanya digunakan sebagai sindiran kepada pihak tertentu. Dikemas menggunakan bahasa yang sarkas, ironis, dan dibalut dengan unsur parodi. Satire bukan termasuk konten yang membahayakan, tetapi ada yang menganggap serius  dan menganggap  yang dituliskan adalah hal yang benar.
Kategorisasi konten yang menyesatkan
Konten yang menyesatkan merupakan konten yang digunakan untuk menggiring opini pembaca agar sesuai dengan yang diinginkan penulis. Konten yang menyesatkan dibuat dengan memanfaatkan informasi asli seperti gambar, statement, statistik resmi, namun pengemasannya tidak sama dengan konteks aslinya.Â
Kategorisasi konten tiruan
konten tiruan merupakan konten yang berasal dari sumber yang berbeda, biasanya konten tersebut mengikuti hal yang sedang tenar. Seseorang biasanya membuat konten ini dengan mengatasnamakan lembaga dan tidak sedikit orang tertipu dengan konten ini.