Kidung jawa merupakan bentuk puisi atau tembang yang berasal dari tradisi sastra Jawa. Kidung adalah jenis puisi Jawa yang umumnya berisi pujian, doa, atau cerita yang terkait dengan nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal. Kidung dinyanyikan dan dapat diiringi oleh gendhing atau diwujudkan dalam bentuk nyanyian.
Ibu Pertiwi....
Paring boga lan sandhang kang murakabi
Peparing rejeki manungsa kang yekti
Ibu Pertiwi....
Mrih sutresna mring sesame
Ibu Pertiwi....
Kang maelu urip yekti
Sih sutresna ing sasami
Diatas merupakan lirik dari salah satu Jawa yaitu Gendhing Ketawang Ibu Pertiwi pelong 6. Gendhing ini mengandung makna bahwa Ibu pertiwi telah memberikan cintanya kepada semua makhluk yang ada di dunia ini, sehingga kebutuhan kita seperti sandang dan pangan dapat terpenuhi. Ibu pertiwi juga memberikan apa yang kita butuhkan dengan Ikhlas. Gendhing Ketawang Ibu Pertiwi pelong 6 mengingatkan kita semua untuk tidak melupakan darimana kita berasal.
Seperti halnya kearifan lokal yang merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang, agar selalu tetap dilestarikan keberadaannya. Kearifan lokal terbentuk dari proses hubungan interaksi antara manusia dan lingkungan (alam). Kearifan lokal menjadi sebuah kekuatan yang dapat membentuk keharmonisan antar manusia ataupun antara manusia dengan lingkungannya. Dengan memahanmi hakikat kearifan lokal maka akan dapat tercipta kehidupan bermasyarakat yang harmoni sesuai dengan Pancasila.
Tradisi Merti Dusun Sebagai Salah Satu Kearifan Lokal
Tradisi merti dusun merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang diadakan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat dusun kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan limpahan berkat serta rejeki juga harapan untuk tahun yang lebih baik. Selain itu merti dusun juga sebagai ritual penghormatan kepada leluhur yang diyakini sebagai pejuang babat alas dusun.
Semua rangkaian kegiatan merti dusun dilakukan dengan tetap memanjatkan doa dan permohonan kepada Yang Maha Kuasa demi keselamatan, ketentraman, kesejahteraan dan keselarasan hidup seluruh warga desa. Dengan kemajuan jaman peringatan merti dusun masih dipegang erat oleh masyarakat jawa dengan berbagai modernisasai tetapi tidak menghilangkan esensi dan tujuan dari upacara.
Dalam konteks sosial-budaya merti dusun dapat mempererat hubungan antar masyarakat. Dalam setiap rangkaian acara merti dusun ini mencerminkan proses sosial yang dapat mendorong terwujudnya relasi positif dalam kehidupan masyarakat. Di lain sisi, merti dusun dapat menjadi pemahaman lokal terkait aspek ekologi yang berpengaruh dalam perekonomian masyarakat. Merti dusun sebagai salah satu budaya merupakan transformasi proses pendidikan yang dilestarikan secara turun temurun.
Tradisi Merti Dusun Kebonkliwon, Kecamatan Bergas
Perayaan merti dusun di setiap daerah berbeda beda tetapi tujuannya tetap sama didusun Kebonkliwon, Kecamatan bergas, kegiatan merti dusun dilaksanakan setiap tahun pada bulan Oktober yaitu setelah dilakukannya masa panen oleh warga dusun. Dusun Kebonkliwon ini terletak di Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
Sebagian besar masyarakat di Dusun Kebonkliwon bermata pencaharian sebagai petani. Sampai saat ini tradisi merti dusun masih terus dilestarikan dan diadakan di Dusun Kebonkliwon setiap tahunnya sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang didapat serta limpahan berkat dan rejeki juga harapan untuk tahun yang lebih baik di dusun Kebonkliwon ini. Merti dusun dapat meningkatkan tali silaturahmi, kekeluargaan, guyub, rukun, gotong royong, kebersamaan, keakraban, tepa selira, dan harmonis antar masyarakat dusun.
Perayaan Tradisi Merti Dusun Kebonkliwon, Kecamatan Bergas
Perayaan merti dusun di Dusun Kebonkliwon selalu diawali dengan diadakannya kirab budaya mengelilingi dusun. Kirab budaya ini diikuti oleh seluruh warga dusun dengan diiringi drumblek dari karantaruna dusun untuk memeriahkan acara ini. Warga desa yang mengikuti kirab budaya sebagian besar menggunakan busana atau kostum yang mengandung unsur budaya jawa seperti jarik, kebaya, sorjan, blangkon, bahkan ada juga yang memakai kebaya modern sebagai bentuk pelestarian kebudayaan jawa.
Pada kirab budaya ini, dibuat nasi tumpeng yang memiliki makna religius bagi masyarakat jawa yaitu bentuknya yang kerucut mengambarkan sekumpulan orang atau kelompok yang bersatu untuk menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sebagai gambaran awal dan akhir kehidupan manusia dan alam sekitarnya yang berawal dan berakhir dari Tuhan. Bahan yang digunakan untuk membuat tumpeng yaitu beras sebagai simbol kesejahteraan serta cabai dan bawang merah yang diletakkan pada ujung tumpeng sebagai simbol doa permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selain tumpeng dalam acara kirab budaya juga terdapat satu gunungan besar seperti tumpeng yang berisi hasil bumi dari warga dusun yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat membentuk seperti tumpeng. Gunungan ini nantinya diakhir acara akan diperebutkan oleh warga dusun. Pembuatan gunungan hasil bumi ini diyakini sebagai bentuk rasa syukur warga dusun atas hasil bumi yang diberikkan Tuhan Yang Maha Esa kepada warga dusun.
Setiap 3 tahun sekali perayaan merti dusun di Dusun Kebonkliwon selalu menampilkan pagelaran wayang kulit. Pagelaran wayang kulit diadakan dengan tujuan untuk melestarikan budaya jawa agar anak-anak muda dapat melestarikan budaya tersebut dan tidak hilang dimakan jaman.Â
Selain itu setiap 3 tahun sekali secara berurutan setelah pagelaran wayang pada tahun berikutnya dilakukan pembangunan dusun. Pembangunan dilakukan dengan membangun ataupun memperbaiki infrastruktur yang sudah ada sebelumnya agar fungsinya dapat meningkat. Fasilitas umum yang dimaksud didusun kebonkliwon dapat berupa jembatan, jalan, gapura, parit ataupun yang lainnya dengan tujuan tuntuk mempermudah aktivitas keseharian warga dusun.
Hubungan Merti Dusun dengan Keberlanjutan Pertanian
Merti Dusun mengajarkan pentingnya menghormati siklus alam dan menyesuaikan kegiatan pertanian dengan perubahan musim dan siklus tanaman. Melalui upacara ini, masyarakat mengakui ketergantungan mereka pada alam dan berusaha menjaga keseimbangan ekosistem yang mendukung pertanian mereka.Â
Merti Dusun juga mengajarkan nilai-nilai konservasi sumber daya alam. Dalam upacara ini, masyarakat sering kali menghormati dan berterima kasih kepada roh penjaga sumber air, hutan, dan lahan pertanian serta Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini mempromosikan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian sumber daya alam untuk kelangsungan pertanian yang berkelanjutan.
Dalam perayaan upacara Merti Dusun, terdapat tumpeng dan gunungan dari hasil bumi masyarakat dusun. Hal tersebut mencerminkan penghormatan terhadap pengetahuan dan teknik pertanian tradisional yang telah teruji dan berkelanjutan selama bertahun-tahun untuk dapat menghasilkan hasil bumi yang berlimpah. Upacara Merti Dusun juga dapat menjadi wadah bagi para petani untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka dalam bertani.Â
Generasi muda dapat belajar dari para tetua tentang teknik pertanian tradisional, penggunaan pupuk organik, atau cara menjaga kesuburan tanah. Ini memastikan bahwa pengetahuan dan keahlian dalam pertanian dapat diwariskan dari generasi ke generasi.
Melalui hubungan yang erat antara upacara adat Merti Dusun dengan keberlanjutan pertanian, masyarakat lokal dapat mempertahankan dan mengembangkan praktik pertanian yang berkelanjutan secara budaya dan ekologis. Hal ini penting untuk menjaga ketahanan pangan, melestarikan keanekaragaman hayati, dan menghormati nilai-nilai lokal dalam mengelola sumber daya alam untuk masa depan yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H