Mohon tunggu...
Lita Tania
Lita Tania Mohon Tunggu... Lainnya - Student
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Student in Indonesia University of Education

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kita Beda, Kita Bersama

13 Juli 2020   14:09 Diperbarui: 13 Juli 2020   14:11 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

KITA BEDA, KITA BERSAMA.

Karya Lita Tania, 1705340. 

Perkenalkan, namaku Fachri Assegaf. Aku keturunan Arab. Berbeda dengan Ibuku yang keturunan Chinese, dan beragama Konghucu. Ketika Ia menikah dengan Ayahku, Ia menjadi beragama Islam.

Aku sering berkunjung ke tempat saudara dari Ibuku untuk menghadiri perayaan imlek pada bulan Februari. Ohya, di rumah ada sepupu dari Ibuku. Dipadikara namanya. Ia sangat rajin untuk beribadah ke vihara. Ia awalnya tinggal di Jakarta bersama kedua orang tuanya. Kini ia tinggal bersamaku, karena orang tuanya sedang bekerja di Kalimantan. Maka dari itu, Ibuku menyuruh dia untuk tinggal di rumah hingga orang tuanya kembali lagi ke Jakarta.

Aku dan Dipadikara hampir setiap hari, setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik selalu saja bertengkar. Pertengkaran itu terjadi karena hal sepele. Setiap perbuatan atau tindakan yang Dipadikara lakukan, menurutku itu semua salah dan hanya membuat perasaan kesal saja.

Hingga pada akhirnya aku dan Dipadikara bertengkar hebat. Aku pernah marah besar kepadanya ketika ia sedang meneguk segelas es teh di siang hari pada bulan puasa. Aku marah lantaran walaupun aku tahu dirinya memang tidak berpuasa, tetapi menurutku ia tak seharusnya minum di depanku seperti itu.  

Dipadikara tetap saja merasa tak bersalah. Dalam agamanya memang tidak mengharuskan untuk berpuasa, maka ia tetap saja menyantap makanan dan minuman pada siang hari.

"Kamu harusnya jangan minum di depan aku dong! Kan aku puasa, mana hari ini panas banget lagi!" Teriak aku, yang sudah berkeringat kepanasan di tengah puasa.

"Boleh-boleh aja dong aku minum di jam segini karena aku emang nggak puasa!" ujar Dipadikara sambil memegang es teh tersebut.

Aku pun ribut dengannya. Hingga akhirnya aku dan Dipadikara memutuskan untuk tak saling menegur sapa sampai hari berikutnya. Bahkan pada saat adzan berkumandang, di meja makan pun, aku tetap tak bertegur sapa. Ayah dan Ibuku menyadari hal itu. Mereka sudah menaruh kecurigaan di dalam hatinya masing-masing. Hingga akhirnya mereka menanyakan mengapa kami tidak saling bertegur sapa. Kami tidak menjawab pertanyaan mereka dan hanya bisa diam menunduk saja. Lalu mereka menasihat kami untuk saling minta maaf dan tidak saling memendam amarah di dalam hati. Tetapi aku dan Dipadikara tetap tidak mau melakukan nasihat tersebut.

Keesokan harinya, kejadian kemarin kembali terulang. Ketika itu, aku yang baru saja pulang dari rumah temanku dan menemukan Dipadikara yang sedang makan nasi padang di kamar. Ohiya aku sekamar berdua dengannya.  Hal inilah yang membuat aku kembali marah kepadanya. Ditambah dengan kejadian kemarin yang belum bisa ku lupakan. Aku semakin kesal, dan semakin meledak-meledak emosiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun