Di Indonesia, "salam tempel" saat Idul Fitri seperti sudah menjadi budaya bagi sebagian besar orang. Tidak ada sumber pasti darimana budaya "salam tempel" ini berasal. Ada yang mengatakan budaya ini adaptasi dari budaya china yang memberikan angpao pada perayaan hari besar mereka.
Budaya "salam tempel" adalah budaya pemberian uang yang diselipkan di tangan ketika seseorang bersalaman saat Idul Fitri. Biasanya pemberian uang ini diberikan dari keluarga yang sudah berpenghasilan kepada anak kecil atau yang belum berpenghasilan.
Jumlahnya juga tergantung kedekatan anak kecil itu dengan penerimanya atau pun tergantung kondisi keuangan yang diperoleh si penerima. Biasanya jika saudara dekat memberi sekitar 50.000 sampai 100.000 rupiah per anak.
Apakah budaya seperti ini baik?
Semakin berkembangnya budaya "salam tempel", semakin banyak pula pihak-pihak yang kontra dengan budaya ini. Tak bisa dipungkiri, mendapat "salam tempel" sangat menyenangkan bagi yang menerima, seperti ungkapan yang sering kita dengar "mentahnya saja" yang bermaksud uangnya saja daripada dibelikan barang.
Pemberian berupa uang sebenarnya juga bisa bermanfaat bagi penerima yang bisa digunakan untuk membeli sesuatu yang memang dibutuhkan. Atau membeli mainan yang diharapkan.
Bagi yang kontra menganggap budaya ini kurang baik karena membuat mental si penerima menjadi meminta-minta.
Bagi yang pro menganggap budaya ini bisa merekatkan hubungan persaudaraan dan menyenangkan si penerima.
Anak-anak keliling rumah saat Idul Fitri
Budaya "salam tempel" ini ternyata mempengaruhi psikologis anak-anak. Lama-kelamaan anak kecil jadi tahu setiap Idul Fitri adalah waktu dimana banyak orang tua yang akan memberikan "salam tempel".
Sampai-sampai ada sekelompok anak-anak kecil yang keliling-keliling dari rumah ke rumah di kampungnya berlebaran meminta maaf. Jika pemilik rumah tidak memberi "salam tempel" seribu dua ribu, minimal mereka bisa mencicipi kue-kue yang disuguhkan. Bahkan anak-anak kecil ini tidak pernah terlihat saat hari-hari biasa.
Apalagi anak-anak kecil itu pun tahu sasaran-sasaran rumah yang akan didatangi. Biasanya rumah-rumah yang terlihat bagus di mata mereka dengan pintu terbuka yang akan dikunjungi.
Memberi barang bukan uang
Bagi yang kontra terhadap "salam tempel", biasanya mereka memberi barang berupa mainan atau sesuatu yang bisa bermanfaat. Selain itu, beberapa orang juga menganggap lebih baik memberi sesuatu di bulan ramadhan karena berlipat pahala dibanding memberi saat lebaran.
Sebenarnya semua kembali ke pribadi masing-masing karena ada tujuan tertentu memberi "salam tempel" minimal menyenangkan si penerima. Syukur-syukur bisa sedikit membantu keuangan penerima.
Yang mungkin perlu berhati-hati adalah sikap malu dengan keluarga besar jika tidak memberi "salam tempel". Pada akhirnya si pemberi akan memaksa diri untuk memberi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H