Mohon tunggu...
Lita Lestianti
Lita Lestianti Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ibu rumah tangga

No culture, No Future!

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ini Pertimbangan Saat Mudik

8 Juni 2018   02:03 Diperbarui: 8 Juni 2018   02:47 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertimbangan Mudik atau Tidak?

Waktu kuliah dulu, saya kos dekat kampus di Malang. Rumah saya di Tarakan kemudian pindah ke Balikpapan. Dulunya, Tarakan masih masuk Kalimantan Timur tapi letaknya jauh sekali dari ibukota provinsi, Samarinda. Tarakan lebih dekat ke negara Malaysia. Jadi kalau naik pesawat harua transit dulu ke Balikpapan. Belum lagi harganya yang bikin kepala geleng-geleng.

Pernah suatu kali, saya memutuskan tidak mudik karena tiket pesawat yang sangat mahal. Bolak-balik bisa habis tiga juta hanya untuk libur dua minggu kurang. Waktu itu memang masih aktif kuliah jadi tidak memungkinkan pulang lebih cepat dan kembali lebih lama. Biasanya saya memutuskan pulang ke rumah saat libur tahun ajaran baru karena liburnya lebih lama bisa sampai satu bulan.

Pertimbangan Transportasi Mudik

Nah, kalau sudah nggak mudik, saya selalu pulang ke rumah keluarga orang tua saya. Biasanya yang buat bingung lebaran dengan keluaga ibu atau bapak? Kalau asal daerah ibu ada di Sragen dan rumahnya dekat jalan raya, antar provinsi. Jadi tidak perlu bingung-bingung transportasi.

Sedangkan di keluarga bapak ada di Singgahan, sekitar satu jam dari pusat kota Ponorogo. Yang membuat sulit pergi ke Singgahan adalah transportasinya karena tidak ada kendaraan umum masuk sana. Adanya ojek itupun sangat jarang sekali atau angkutan pick up yang juga tidak tentu waktunya. Ujung-ujungnya minta jemput keluarga yang punya motor.

Pertimbangan Jalur Mudik

Karena pertimbangan transportasi yang mudah maka saya waktu itu memutuskan lebaran di Sragen saja. Sebenarnya ada tiga pilihan jalur mudik dari Malang ke Sragen atau daerah Solo.

Jalur pertama, dari Malang-Mojokerto-Caruban-Sragen. Dari terminal Arjosari Malang naik bus malam dan sampai Sragen tengah malam. Untuk itu, saya harus booking kursi dulu sebelum hari keberangkatan. Kalau tidak, saya bakal kehabisan.

Jalur kedua, dari Malang-Surabaya-Mojokerto-Caruban-Sragen. Dari terminal Arjosari naik bus ke terminal Purabaya/Bungurasih baru naik bus jurusan Solo/Yogyakarta/Semarang lewat tengah. Kalau jalur ini, setiap waktu selalu ada jadi tidak perlu booking tempat.

Jalur ketiga, dari Malang-Pujon-Jombang. Dari terminal Landungsari ke terminal Jombang (saya lupa nama terminalnya) naik bus kecil Puspa Indah karena melewati jalan yang berkelok dan sempit di Pujon. Nanti sampai di terminal Jombang baru cari bus ke arah Solo/Yogyakarta/Semarang lewat jalur tengah.

Setiap jalur punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Jalur pertama, saya harus booking tempat dulu. Sampai Sragen tengah malam. Biasanya keluarga "ngomel-ngomel" katanya jangan sampai tengah malam.

Saya punya kejadian buruk ketika memilih jalur ini. Saya sudah booking tempat. Ketika petugasnya mengabsen nama-nama yang sudah pesan tempat, nama saya tidak ada. Bahkan sampai tiga bus jalan dan habis nama saya tidak ada. Saya perempuan sendiri di terminal sekitar jam sembilan malam. Kondisi terminal waktu itu masih gelap. Belum lagi tiga hari lagi lebaran tiba. Wah, jadilah saya protes-protes ke mereka. Padahal saya sudah bayar. Saya sampai dikerubungi petugas penjual tiket di loket terminal yang kebanyakan laki-laki. 

Mereka menanyakan dengan siapa saya bayar. Saya jawab bukan salah satu dari mereka semua. Terus pada bingung. Saya juga khawatir jangan-jangan uang saya dibawa lari terus saya nggak bisa berangkat. Alamak. Eh, tidak lama ada seorang cowok datang dan dia yang mengaku yang menerima duit saya. Alhamdulillah, akhirnya saya jadi berangkat. Orangnya langsung minta maaf dengan rasa sesal ke saya. Setelah itu saya nggak mau naik bus malam lagi kecuali terpaksa.

Jalur kedua, biasanya saya naik bus jurusan Solo/Yogyakarta dari terminal Bungurasih. Menurut saya itu kurang efisien karena harus naik bus dari Malang ke Surabaya dulu. Tapi walaupun begitu, pilihan busnya nyaman dan setiap waktu ada. Karena busnya yang nyaman jadi sampai Sragen tidak begitu capek dibanding bus kecil.

Jalur ketiga, kalau jalur ini saya pernah coba pas pulangnya dari Sragen. Saya berhenti di terminal Jombang yanf cukup sepi dan menunggu bus kecil ke Malang. Waktu tunggunya juga cukup lama. Belum lagi saat di tanjakan dan jalan berkelok-kelok di Pujon membuat saya pusing. Supirnya jagoan bisa ngebut di jalanan seperti itu. Dan pada akhirnya waktu tempuh Sragen-Malang jadi lebih lama lewat jalur ketiga ini. Ditambah lagi, nunggu yang lama membuat badan lebih capek.

Itulah kenapa saya pilih jalur kedua, walaupun lebih lama dari jalur pertama tapi lebih nyaman dan lebih cepat dibanding jalur ketiga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun