Mohon tunggu...
Nirma Maulita
Nirma Maulita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1 HUBUNGAN INTERNASIONAL UNIVERSITAS AIRLANGGA

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tidak Banyak Disadari, Standar Kecantikan Menjadi Bentuk eksploitasi

2 Juni 2022   18:40 Diperbarui: 2 Juni 2022   18:45 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beberapa waktu belakangan, berbagai produk kecantikan seperti skincare dan makeup sedang viral dan digemari perempuan baik produk lokal maupun produk impor. Influencer kecantikan mulai bermunculan di Instagram dan YouTube, begitu juga dengan iklan-iklan produk kecantikan yang gencar melakukan promosi. 

Namun, kebanyakan dari iklan-iklan itu turut mengagungkan kulit putih sebagai standar kecantikan, dan hal ini seolah melanggengkan pemikiran mengenai “cantik itu harus putih”. Stereotip masyarakat terhadap konsep cantik merupakan akibat dari terjangan media yang terus menerus berlangsung (Aprilita, 2016). 

Kecantikan fisik memang merupakan sisi paling menarik bagi seorang perempuan untuk dilirik, namun akibatnya kecantikan dijadikan sebagai komoditas yang bisa menarik perhatian dan menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya (Sari, 2016). 

Maka dapat dikatakan bahwa standar kecantikan  merupakan bentuk ekspolitasi terhadap perempuan. Kecantikan dan pemaknaannya merujuk pada bentuk kuasa untuk mengendalikan tubuh perempuan agar sesuai dengan perspektif sosial yang ada ( Pratiwi, 2018). 

Ingin menjadi cantik bukanlah hal yang salah. Akan tetapi, kecantikan bukan satu-satunya parameter yang dijadikan prioritas untuk menentukan jati diri kita. Tidak seharusnya kita membiarkan tubuh kita menjadi subjek eksploitasi dan mengejar kecantikan hanya demi berburu validasi. 

Lakukan perawatan diri karena ingin memiliki tubuh dan wajah yang sehat, bukan karena ingin dinilai oleh masyarakat. Tentukan standar cantik bagi diri kita sendiri. Karena aspek lain seperti perilaku dan kepintaran juga dapat kita jadikan nilai lebih dari diri kita.

Referensi :

Sari, A. H., & IP, S. (2016). Kontes Kecantikan: Antara Eksploitasi dan Eksistensi Perempuan. In Seminar Nasional Gender Dan Budaya Madura III, Madura: Perempuan, Budaya, Dan Perubahan (Vol. 3).

Pratiwi, R. Z. B. (2018). Perempuan dan Kontes Kecantikan (Analisis Mengenai Konstruksi Citra dalam Bingkai Komodifikasi). Jurnal An-Nida, 10(2), 133-143.

Aprilita, D. (2016). Representasi Kecantikan Perempuan dalam Media Sosial Instagram (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Akun@ mostbeautyindo,@ Bidadarisurga, dan@ papuan_girl). Paradigma, 4(3).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun