Pernah mendengar Candi Kimpulan? Candi yang ada didalam sebuah bangunan perpustakaan di Kampus Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Candi Kimpulan warisan budaya adiluhung karya cipta sebuah generasi. ditemukan, dikenali dan dilestarikan oleh rasa handarbeni, rasa peduli dan atmosfir harmoni yang hidup dalam dinamika budaya warga bangsa.
Candi Kimpulan memang tidak begitu terkenal seperti candi-candi yang ada di Yogyakarta dan tidak juga banyak yang tahu. Aku sendiri tahu candi Kimpulan ini dari Mantan Menteri Pariwisata era zaman SBY yaitu bapak Jero Wacik.
Pada saat itu Jero Wacik dikabarkan , bahwa ada penemuan Candi di dalam wilayah kampus UII.Candi yang tidak besar dan luas. Candi ini ditemukan secara tidak sengaja pada 11 Desember 2009 ketika tengah diadakan penggalian untuk fondasi proyek pembangunan perpustakaan UII. Candi ini terkubur sekitar lima meter di bawah tanah.
Awalnya penemuan candi ini menjadi dilema bagi Jero Wacik sebagai Menteri Pariwisata dan Kebudayaan. Umumnya jika ada penemuan sebuah situs atau candi, lokasi penemuan tersebut otomatis menjadi milik pemerintah yang dilindungi oleh undang-undang yang berlaku.
- Tanah tempat candi ditemukan di ambil alih oleh Pemerintah dan menjadi hak Negara.
- Candi tersebut akan di pindahkan ke sebuah museum dan UII tetap melanjutkan pembangunannya.
Namun Jero Wacik yang beragama hindu ini memiliki rasa yang mendalam terhadap penemuan situs candi ini, yang kebetulan memang candi ini jelas bersifat HinduSiwaistik . Sebagai orang yang beragama dan bertoleransi tinggi, dia memutuskan untuk menggabungkan kedua agama ini berjalan berdampingan. UII yang notabene berasal dari agama Islam bisa memiliki candi yang berasal dari agama hindu. Jadilah sebuah perpustakaan yang didalamnya terdapat sebuah situs candi yang diberi nama Candi Kimpulan.
Berdasarkan nama tersebut, Candi ini pada saat pertama kali ditemukan dikenal oleh masyarakat luas sebagai Candi UII (Candi Universitas Islam Indonesia), karena ditemukan di lingkungan Kampus UII. BP3 menamai candi ini Candi Kimpulan berdasarkan nama desa setempat. Akan tetapi Yayasan Badan Wakaf UII mengusulkan nama lain, Pustakasala yang berarti "perpustakaan" dalam bahasa Sanskerta. Maksud penamaan ini untuk menekankan sejarah penemuan candi di tempat yang semula hendak dibangun perpustakaan. Nama ini juga untuk menggambarkan nuansa pendidikan universitas, ditambah lagi arca Ganesha yang ditemukan di situs dikenal sebagai dewa ilmu pengetahuan, intelektual, dan kebijaksanaan.
Sejauh ini para ahli menduga bahwa gaya arsitektur dan sejarah candi ini bersifat sederhana. Tubuh, tiang, dan atap candi kemungkinan besar terbuat dari kayu atau bahan organik lainnya yang mudah lapuk dan telah musnah tanpa meninggalkan sisa. Bentuk asli candi ini mungkin serupa dengan pura Hindu Bali dengan atap meru yang menjulang dari bahan kayu, sirap, atau atap ijuk. Tidak seperti Candi Prambanan, candi kerajaan yang megah dan berukir indah dan mewah, Candi Pustakasala boleh jadi hanyalah candi desa sederhana yang dibangun masyarakat umum di suatu desa di pinggiran ibu kota kerajaan.
Penelitian lebih lanjut dan penggalian arkeologi dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta. Candi ini jelas bersifat HinduSiwaistik, dan berdasarkan gaya ukiran dan arca menunjukan bahwa candi ini dibangun pada kurun waktu abad ke-9 sampai ke-10 pada masa Kerajaan Mataram Kuna.
Candi yang ada dalam lingkungan kampus adalah hal yang patut dibanggakan oleh mahasiswa yang kuliah di UII, karena satu-satunya kampus di dunia yang memiliki sebuah situs candi dalam lingkungannya.
Tidak seharusnya mereka berkata demikian. Rasa bangga harusnya mereka rasakan ketika memiliki kampus yang ada candi dalam bangunan pustakanya. Bukan masalah besar dan kecilnya candi. Tapi keberadaan candi tersebut yang menjadi sebuah kebanggaan bagi para mahasiswa dan alumnusnya. Di dunia manapun tidak akan ditemukan hal sehebat ini. Sejarah yang melekat dalam kampus UII memiliki nilai yang sangat berharga.
Kini putusan 4 Tahun penjara dan Rp. 150 juta atau subsider 3 bulan harus dijalani. Dan Jero Wacik juga harus membayar denda sebesar Rp. 5,073 Milyar dianggap tidak relevan oleh JPU. Dengan ditolaknya putusan banding JPU merupakan kemenangan bagi Jero Wacik.
Sebelumnya Jero Wacik dituntut 9 tahun penjara ditambah denda Rp. 350 juta subsider 4 bulan kurungan dan uang pengganti Rp. 18, 79 Milyar subsider 4 tahun kurungan. Dalam perkara ini Jero wacik di dakwa dengan 3 dakwaan, yaitu pasal 3 jo pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 jo pasal 65 ayat (1) KUHP, pasal 12 huruf e jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001.
Pasal 3 yang dituduhkan adalah DOM, yang sesungguhnya DOM disediakan oleh negara, melalui DIPA/APBN untuk kelancaran tugas-tugas Menteri sesuai target-target yang digariskan. Saksi-saksi di persidangan sudah menjelaskan. Sudah dijelaskan juga oleh Jero Wacik. Kesaksian Pak Wapres Jusuf Kalla jelas menyatakan bahwa DOM itu disediakan untuk Operasional Menteri dalam menjalankan tugas-tugasnya. Diberikan berupa lumpsum. Sesuai Diskresi Menteri masing-masing. Cukup kwitansi saja, tidak perlu bon-bon pendukung lagi. Kemudian BPK dan Irjen tidak pernah ada temuan tentang DOM di Kementerian BudPar (2008, 2009, 2010 dan 2011).
Tapi kini sang mantan menteri tersebut harus pasrah meskipun banyak prestasi yang dia buat untuk Indonesia, justru penjara menjadi tempat istirahatnya sekarang. Harapan akan kehidupan bangsa ini tidak lagi dapat dia berikan. Semua yang di dapat ibarat abu di atas angin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H