Mohon tunggu...
Lita Chan Lai
Lita Chan Lai Mohon Tunggu... Freelancer - Semangat Jiwa

---hanya perempuan biasa--- menyukai petualangan alam terbuka,traveling, aktif dikegiatan pecinta alam, senang bersosialisasi dan suka menyimpan buku dibawah bantal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jero Wacik di Mata 3 Tokoh PAN

9 Mei 2016   05:00 Diperbarui: 9 Mei 2016   15:08 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini foto pribadi saya saat bertemu Jero Wacik di Sidang Tipikor

Banyak orang yang mengenal Jero Wacik. Nama beliau sangat familiar di kalangan Politikus Indonesia dan jajaran Menteri Kabinet Bersatu yang di Pimpin Oleh mantan Presiden RI ke-6 Indonesia yaitu Susilo Bambang Yudhoyono.


PAN, Partai yang saya kenal baik karena disana saya berkecimpung dalam aktifitas sebagai kader dan organisasi sayap-sayap partai seperti SIMPATIK ( Sistem Pengamanan dan Pengawal Teknis Lapangan) dan GMN (Garda Muda Nasional). Tentu saja saya mengenal Para Tokoh yang ada di partai tersebut.
Saya pilih 3 Tokoh PAN yang ada didalam buku “Jero Wacik Di Mata 100 Tokoh”. 2 Tokoh PAN yang sama-sama pernah menjadi Menteri Kabinet Bersatu dan 1 Tokoh PAN yang ikut mendirikan partai dan membuat lambang PAN. Ketiga-tiganya memang sangat akrab dengan Jero Wacik. Apa kata 3 Tokoh tersebut tentang Jero Wacik?
Hatta Rajasa (Mantan Menteri Koordinator Perekonomian)

Saya sudah mengenal Jero Wacik sebelum berlangsung reformasi. Saya aktif di IA ITB (Ikatan Alumni ITB), sekitar tahun 1996-7 saya berkunjung ke Bali dan bertemu dengan Jero Wacik. Waktu itu Pak Wacik adalah pengusaha sebuah resort. Saya sempat tertarik untuk melebarkan usaha ke Bali. Saat itu belum di partai, belum punya partai dan masih menjadi pengusaha di bidang perminyakan. Di situ kami mulai sering bertemu.
Yang saya  tahu tentang Jero Wacik adalah, dia itu orangnya ulet. Kalau ingin sesuatu dia tidak gampang menyerah. Orangnya juga tekun. Sebagai pekerja profesional di Astra, atau United Tractors, saya tahu beliau berprestasi. Kemudian Pak Wacik terjun ke dunia bisnis, menggeluti usaha sendiri yang tentunya butuh nyali besar selain menuntut jiwa entrepreneurship yang tinggi. Pak Wacik adalah pembelajar yang cepat (fast learner). Dia juga cepat menyesuaikan diri. Orangnya supel. Bergaulnya luas dan luwes. Tidak gampang marah, tidak mudah emosional.

Waktu BP Migas dibubarkan, saya dan Pak wacik bekerja sampai pagi untuk merumuskan solusi yang akan dibacakan Presiden keesokan harinya. Jadi tidak sempat terjadi kerugian negara sampai triliunan rupiah seperti yang dikhawatirkan banyak pihak. Pak Wacik diangkat menjadi Sekretaris di Majelis Tinggi maupun di Dewan Pertimbangan Partai Demokrat. Itu suatu cerminan kepercayaan Presiden pada Pak Wacik.

Zulkifli Hasan (Mantan Menteri Kehutanan RI)

"Pak Wacik selalu mengutamakan kepentingan Negara” kata Zulkifli Hasan.

Saya kenal Pak Wacik setelah sama-sama di partai. Beliau di Partai Demokrat, saya di PAN, sebagai Sekjen PAN. Waktu itu, walau saling kenal tetapi belum akrab. Setelah menjadi menteri di kabinet, rumah kami sebagai menteri itu bersebelahan di Jl. Denpasar Raya. Sebagai tentangga tentunya saling berkunjung. Sehingga menjadi teman dekat. Bahkan saya sama Pak Wacik itu tanpa harus berkata-kata bisa saling memahami. Pernah wartawan bertanya, bagaimana hubungan antara ESDM dengan Kehutanan terkait dengan adanya titik-titik pengeboran geotermal di areal hutan lindung yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kehutanan. Sebab wartawan tahunya dengan menteri yang lama (meskipun sama-sama Kabinet Indonesia Bersatu) tetapi tidak harmonis. Jawaban Zulkifli adalah” Kalau saya dan Pak Wacik bertetangga sebelahan rumah. Walau kami tak jumpa, satu di ESDM dan satu di Kehutanan, tetapi kami memiliki hubungan bathin; hubungan khusus. Kadang-kadang tanpa saling berjumpa pun kami sudah bisa saling memahami satu dengan yang lain”

Hobi saya dan Pak Wacik juga sama. Sama-sama suka golf, sama-sama hobi bernyanyi, kalau bernyanyi Pak Wacik paling pintar. Kesan saya Pak Wacik itu orang yang baik sekali. Beliau orang yang taat beribadah. Bayangkan, prinsip-prinsip hidupnya saya dengar, harus mengejar prestasi untuk masyarakat sebagai pengabdian. Jadi tidak boleh semata-mata untuk pribadi tetapi harus untuk kepentingan yang lebih besar (luas). Tidak hanya itu, pengabdiannya itu adalah sebagai bekal untuk “nanti”.

Pak Wacik orang yang tegas, berani, pintar bergaul, humble, dan supel. Utamakan selalu kepentingan negara, begitu yang saya sering dengar Pak Wacik Berpesan. Sewaktu menjadi Menteri Pariwisata Pak Wacik mampu meningkatkan pariwisata dengan pesat. Track recordnya sangat bagus. Pak Wacik sudah mencapai prestasi yang luar biasa, saya kira yang tertinggi, artinya sudah menjadi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata dua kali, kemudian menjadi Menteri ESDM, lalu Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat. Ini luar biasa, prestasi yang tak banyak dicapai anak bangsa. Banyak orang yang sayang ke Pak Wacik, saya melihat semenjak memimpin ESDM, badannya bertambah kecil. Pak Wacik harus memperhatikan diri – kalau cinta negara, cinta bangsa dan masyarakatnya – sekarang harus ditambah, cinta pada dirinya sendiri. Dengan memperhatikan tubuh dan kesehatan. Itu nasehat saya sebagai teman dan sahabat kepada Pak Wacik.

Joko Santoso HP (nama yang sering di sebut Jero Wacik)

“Jero Wacik : Mampu gunakan otak kanan dan otak kiri sama baik” kata Joko Santoso HP.

Tahun 1998 saya ikut mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) dan membuatkan lambang matahari putih. Pada saat itu saya belum mengenal Jero Wacik. Baru pada tahun 2004 ketika duduk sebagai anggota DPR-RI di Komisi X, saya mulai mengenal beliau. Kami berbeda partai, tapi tidak menghalangi pertemanan kami. Dari beberapa kali Rapat Dengar Pendapat, saya semakin mengenali cara berfikir Jero Wacik yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.

Setelah 2 tahun berinteraksi, gagasan dan pikiran tokoh ini mulai mengusik perhatian saya. Di dalam buku yang saya tulis “Jalan Tikus Menuju Kekuasaan” terbitan Gramedia 2006, saya menulis 2 bab khusus tentang Pariwisata Indonesia dan Jero Wacik. Kini setelah sembilan tahun mengenalnya, setidaknya ada enam catatan saya tentang Pak Wacik.

Pertama. Jero Wacik adalah pemimpin yang tidak hanya mampu bicara teoritis tentang kemiskinan atau kesejahteraan. Ia terlahir dari kubangan kesulitan hidup yang luar biasa sejak mula ia dilahirkan. “ bisa bertahan hidup saja sudah bagus” ungkapnya jujur.

Kedua. Jero Wacik adalah tipe birokrat yang mampu keluar dari pola pikir stereotype birokrat. Saya merasa “sparring partner” yang mengesankan dengannya sewaktu duduk di Komisi X DPR-RI.

Ketiga. Ia adalah tipe seorang yang tak pernah lupa dari mana; dari apa; karena apa ia bisa mencapai posisi yang sekarang.

Keempat. Jero Wacik adalah satu dari sedikit pemimpin di negeri ini yang mampu menggunakan sekaligus kedua otak kanan dan otak kiri dengan sama baiknya. Keberhasilan memimpin Depbudpar—bidang yang sarat dengan urusan estetika, seni, budaya—adalah bukti nyata dari kemampuannya menggunakan otak kanannya. Jagat film Indonesia yang bertahun-tahun mati suri ia hidupkan kembali. Beberapa pengakuan UNESCO terhadap karya-karya budaya adiluhung diperoleh semasa kepemimpinannya. Sementara terobosan-terobosan yang ia lakukan ketika menjabat sebagai Menteri ESDM—di antaranya adalah “ Energi untuk Kesejahteraan Rakyat”—membuktikan kepiawaiannya dalam menggunakan belahan otak kiri.

Kelima. Jero Wacik di mata saya adalah tipikal pemimpin yang mampu menyederhanakan masalah. Beberapa kali saya berkesempatan menyaksikan ia berinteraksi dengan masyarakat di desa-desa tertinggal. Masyarakat bisa bertahan duduk berjam-jam di bawah sengatan matahari mendengar pidatonya yang sangat “membumi” dan sarat dengan gurauan-gurauan segar. Berkali-kali tawa mereka meledak. Padahal yang disampaikan Jero Wacik adalah kebijakan pemerintah tentang listrik dan energi, yang umumnya disampaikan pejabat dengan gaya yang njelimet dan membuat jidat berkerut.

Keenam. Jero Wacik adalah seorang pekerja keras yang mengutamakan harmoni. Ia terlahir dan terlatih sebagai sosok yang selalu berfikir positif. Lebih dari itu, ia juga seorang pelobi yang ulung. Diawal jabatannya sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, ia mengalami tantangan yang tidak ringan di Komisi X DPR-RI. Kritikan-kritikan pedas bahkan yang cenderung bersifat hujatan dilontarkan oleh para “vokalis” legislator terhadapnya.  Ia tidak pernah terpancing oleh situasi seperti itu. Dari awal hingga akhir jabatannya ia tak berubah menghadapi DPR : tetap dengan gayanya yang khas, murah senyum, akomodatif dan bersahabat. Dengan gaya seperti itu ia berhasil meluluhkan hati dan bermitra baik dengan DPR.

Jika “ Demokrat” diartikan sebagai “ pendukung demokrasi” atau aturan masyarakat yang di dukung oleh banyak orang, maka Jero Waciklah salah satu demokrat sejati di negeri ini. Ia bukan aset Bali, tapi aset nasional. Saya pribadi berharap agar Pak Wacik masih bisa merentang lebih luas lagi pengabdiannya terhadap negeri ini.

***

Demikian tentang Jero Wacik dari 3 tokoh PAN. Masih banyak lagi tokoh-tokoh yang mengomentari secara positif tentang Jero Wacik. Rata-rata inginkan Jero Wacik untuk berkiprah terus untuk Indonesia. Tapi sangat disayangkan Jero Wacik tersandung kasus yang memenjarakan dirinya, idenya , pikirannya dan kreatifitasnya.

Meskipun apa yang dituduhkan KPK terhadapnya sangat tidak terbukti. Seharusnya Jero Wacik dibebaskan karena sidang-sidang yang dilakukan Tipikor dengan menghadirkan saksi-saksi tidak dapat membuktikan beliau bersalah. Otomatis tuduhan-tuduhan tersebut gugur dalam dakwaan. Bukan tipe beliau untuk korupsi atau memeras, semua orang mengatakan hal yang baik kepada Jero Wacik. Beliau pemangku adat,  tuduhan kepadanya sangat keji. Haruskah anak bangsa yang berprestasi harus mengemban beban seperti ini? Tuduhan yang jelas tidak terbukti terus didesak agar dicari kesalahannya? Politik macam apa di Indonesia? Saya semakin tidak mengerti dan khawatir. Jangan-jangan tidak akan ada lagi orang yang memimpin negeri ini dengan tulus, sepenuh hati dan nasionalis, kecuali orang-orang yang memang berkepentingan untuk mengacaukan bangsa. Ah, semoga ini tidak terjadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun