Mohon tunggu...
Lita Chan Lai
Lita Chan Lai Mohon Tunggu... Freelancer - Semangat Jiwa

---hanya perempuan biasa--- menyukai petualangan alam terbuka,traveling, aktif dikegiatan pecinta alam, senang bersosialisasi dan suka menyimpan buku dibawah bantal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bara Semangat dari Kawah Gunung Batur yang Tak Pernah Padam

14 April 2016   15:36 Diperbarui: 14 April 2016   16:33 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jero Wacik dipilih berdasarkan Niskala dan tidak sembarang orang untuk menjadi pemangku adat. Sejak SD kelas 3 ( umur 9 tahun) Jero Wacik dipilih menjadi pemangku adat. Semenjak di nisbatkan sebagai “Jero” ( jabatan di Pura Bukit Mentik) beliau di pingit selama 42 hari (1 Bulan 7 hari) dalam bahasa Bali Bulan Pintung Dini. Nama asli Jero Wacik adalah I Wayan Santere, yang diambil dari nama bapaknya Wacik Santere. 

Dengan dakwaan seperti ini apakah pantas untuk Jero Wacik? Pertaruhan Jabatannya sebagai pemangku adat yang disandangnya seumur hidup menjadi taruhannya. Saat ini benar-benar menjadi ujian besar baginya Jero Wacik. Politik yang kejam telah menggiringnya masuk dalam perangkap yang sudah disiapkan oleh lawannya. Semua saksi-saksi yang meringankan diabaikan begitu saja. Termasuk saksi seorang Yusuf Kalla yang masih menjabat sebagai seorang Wakil Presiden. Kenapa Wakil Presiden mau menjadi saksi? Pertanyaan inilah yang menjadi tanda tanya kita semua. Seorang Wakil Presiden mempertaruhkan kehormatannya untuk membela seorang tersangka koruptor. Kalau bukan orang yang diakui baik, mana mau Jusuf Kalla membela Jero Wacik. Dengan kesaksian Jusuf Kalla harusnya sudah bisa menggugurkan tuduhan KPK terhadap Jero Wacik. 

Tapi itulah politik. Kawan bisa menjadi lawan dan lawan bisa menjerumuskan orang tak bersalah masuk ke dalam bui. Kebenaran hanya akan ditemukan di alam yang lebih tinggi. Kerendahan hati Jero Wacik dibayar dengan penganiayaan dan derita. Pembunuhan karakter yang lazim ada di dunia perpolitikan Indonesia. Kepentingan seseorang sangat mampu menganiaya kehidupan orang lain, tidak peduli siapa dan tidak peduli sebaik apa orang tersebut. Keluarga dan masyarakat Kintamani hanya mampu berdoa, berdoa, dan terus berdoa. Memohon untuk ketenangan hati Jero Wacik menghadapi hukuman ini. Mereka yakin karma akan didapat oleh orang-orang yang sudah menganiaya kehidupan orang lain. Hukum alam sangat berlaku bagi mereka. Kepercayaan kepada Sang Hyang Widhi Wasa sangat di dalami oleh masyarakat Kintamani.

[caption caption="Foto Almarhum Bapak dan Ibu Jero Wacik *foto pribadi"]

[/caption]

[caption caption="Saudara tiri Jero Wacik (kanan) , tetangga Jero Wacik (kiri) *foto pribadi"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun