Masih terasa segar di ingatan saya ketika saya mengurus dokumen untuk keberangkatan ke Taiwan. Masih terasa segar juga di ingatan apa yang saya lihat dan saya temí selama saya di Taiwan hingga saya pulang.
Hari itu, ketika saya akan bertolak ke Jakarta setelah mengikuti pertukaran pelajar selama 6 bulan, saya bertemu orang yang memiliki ciri-ciri dan model baju yang hampir sama, pun saya langsung bisa mengenalinya: TKI. Saya tidal akan lupa, ketika saya perjalanan ke Jakarta, hamper satu pesawat dipenuhi oleh TKI yang pulang kampung.
TKI, tenaga kerja indonesia, merupakan salah satu pekerjaan yang sangat menjajikan, setidaknya untuk menyelmatkan diri dari lingkaran setan kemiskinan. Ekspetasi kerja bergaji besar, berikut testimoni dari mereka yang menjadi TKI menjadi alasan terkuat mengapa TKI maish menjadi primadona pekerjaan terutama di daerah pedesaan.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 276.553 orang TKI bekerja di luar negeri. Data ini meruakan pekerja yang menggunakan dokumen resmi. Tingginya angka TKI di Indonesia bukan hanya dipengaruhi tingginya permintaan pekerja yang murah di luar negeri, namun juga tingginya animo calon pekerja yang ingin bekerjadi luar negeri.
Testimoni perkejaan yang mudah dan gaji yang tinggi menjadi alasan mengapa TKI menjadi primadona pekerjaan di kalangan pemuda desa, terutama di sector non-formal. Hal ini juga dipengaruhi oleh alasan kuat untuk mengatasi kemiskinan dalam keluarga mereka.
TKI bukan hanya sekadar perkejaan, namun mereka beperan besar dalam perekonomian di Indonesia. Mereka berkontribusi besar dalam meningkatkan devisa negara, hingga disebut sebagai “pahlawan devisa”. Namun, sering kali kesejahteraan TKI dinomerduakan.
Hampir setiap tahunnya TKI bidang non-formal mendapatkan masalah di negara ia bekerja, contohnya saja, beberpa kali kasus TKI akan dihukum mati, kekerasan oleh majikan, ditipu oleh agen ketengakerjaan, tidak adanya jaminan kesehatan yang mumpuni, dan lain-lain.
Masalah baru pun muncul di tengah pandemi COVID 19. Lagi-lagi, TKI menjadi kelompok yang terlupaka. Disadur dari portal berita tirto.id, banyak pekerja migrann yang memutuskan untuk kembali ke tanah air, hal ini otomatis membuat mantan pekerja ini pengangguran, di sisi lain, mereka tidak mendapatan bansos dari pemerintah karena bukan merupakan masyarkat miskin.
Masalah lain pun timbul akibat dari pandemic, beberapa TKI belum mendapatkan gaji bahkan mengalami depresi akibat pembatasan wilayah di negara tempat mereka bekerja.
Berbagai masalah yang timbul terkait pekerja migran Indonesia seharusnya menjadi perhatian bagi pemerinta maupun masyarakat. Pemerintah harusnya berperan besar dalam kesejahteraan TKI, termasuk ketat dalam menyeleksi calon TKI yang bekerja di sector non-formal dan meminimalisir pekerja illegal.
Meskipun TKI berperan besar dalam devisa negara, pemerintah seharusnya berani menghilangkan stigma TKI yang pasti sejahtera secara ekonomi, terutama yang berkerja sebagai TKI non-formal, paling banyak TKW sebagai pembantu rumah tangga.