Kita kembali kepada pertanyaan awal kita mengenai peran AI dalam hukum agama islam. Bisakah AI hadir menjadi rujukan umat beragama dan menggantikan manusia? Lebih jelas, bisakah AI menjadi seorang Ulama? Mungkin saja nanti AI bisa berpengetahuan dan berprilaku layaknya manusia. Tetapi mengangkat AI sebagai ulama baru tidak akan ada yang setuju dan memang tidak patut.
Alasan yang akan dipakai sebenarnya sangat sederhana. AI itu bukan manusia. AI diciptakan untuk membantu manusia, bukannya untuk menggantikan peran manusia. Â Hadirnya teknologi tidak boleh sampai menghilangkan arti keberadaan manusia. Selain itu, AI tidak akan pernah bisa mengerti kompleksitas kehidupan manusia. Tenknologi tidak memiliki sisi humanis berupa nurani. Kehidupan manusia tidak bisa diputuskan berdasarakn Algoritma benar dan salah. Tetapi dengan kebijaksanaan berdasarkan perasaan hati nurani. Robot Ai tidak memiliki ini.
Bagaiamana pun teknologi kecerdasan buatan akan terus berkembang pesat lebih dari yang kita bayangkan. Umat islam tidak akan bisa menghindari kemajuan ini. Bahksan seharusnya ulama dan cendekiawa islam harus memanfaatkan teknologi AI dalam misi dakwah mereka. Umat tidak akan bisa dihalangi untuk bertanya dengan teknologi chatGPT permasalahan agama. Saya pasti bukan satu-satunya orang yang bertanya permasalahan serupa pada mesin AI ini.
Alangkah sangat dibutuhkannya nanti oleh umat Mesin AI serupa yang dibuat oleh orang islam, dan diawasi dengan penuh oleh orang islam pula. Suatu saat kita pasti akan membutuhkan teknologi AI seperti ini dengan kredbilitas terpercaya. Teknologi yang bisa memudahkan umat dalam menggapai pengetahuan Ulama dengan cepat. Saya bisa membayangkan, akan ada aplikasi AI islami yang bisa menjelaskan tentang hukum fikih atau tafsir agama dengan instan tetapi dilandasi dengan pengetahuan dari ulama yang terpercaya. Â Teknologi seperti ini barangkali nanti akan sangat dibutuhkan oleh umat islam sendiri.