Sebagai pegiat ekonomi kelas bawah di pasar tradisional yang telah penulis lakoni selama puluhan tahun ternyata banyak pelajaran yang bisa dipetik guna keberlangsungan usaha.
Pelajaran disini bukanlah dimaksudkan seperti ilmu pengetahuan ekonomi yang didapat di kelas sekolah maupun perguruan tinggi. Â Tidak pula harus berdasarkan buku teks dengan rumus ekonominya yang rumit bikin mumet. Namun pelajaran dalam hal ini adalah pengalaman- pengalaman langsung ketika berhadapan dengan konsumen yang memiliki latar belakang dan karakter berbeda.
Pengalaman juga penulis dapatkan dari lingkungan keluarga, dimana praktek langsung yang diajarkan orang tua dalam menjalankan bisnis kecil-kecilan di kios pasar. Langkah demi langkah seiring perjalanan waktu, dengan melihat dan melakukan langsung proses jual beli ternyata ada hal penting yang perlu dipedomani dalam bertransaksi dengan pembeli/konsumen.
Dalam proses jual beli ada yang namanya komunikasi yaitu interaksi antara penjual dan pembeli. Seperti tawar-menawar sebelum harga barang disepakati merupakan hal yang lazim ditemui.
Bahkan ada kalanya terhadap konsumen tertentu, maka harga tawarannya pun kita sepakati (walaupun secara materi sedikit rugi) namun kebutuhan konsumen tersebut terpenuhi.
Menurut konsep orang tua penulis itu diistilahkan "tuna sathak, bathi sanak" yang artinya bolehlah sesekali "rugi harta/materi, akan tetapi menambah persaudaraan".
Sepintas kilas hal demikian memang aneh, tetapi jika dimaknai secara mendalam tanpa meninggalkan olah rasa dalam melayani pembeli -- sesungguhnya ini merupakan sebuah bentuk "promosi" sekaligus membangun relasi dengan konsumen.
Relasi yang terbangun melalui  perasaan inilah akan berlangsung dalam jangka panjang. Pada saatnya, sangat dimungkinkan si pembeli/konsumen akan datang kembali guna memenuhi kebutuhan barang lainnya.
Hal penting lagi dalam menghadapi konsumen adalah menyangkut pelayanan. Dimaksudkan pelayanan disini bukan hanya sebatas ramah, namun lebih pada memberikan langkah nyata untuk membantu konsumen.
Sudah menjadi kebiasaan rutin penulis terhadap konsumen tertentu, khususnya nenek lansia, manakala mereka membeli gas elpiji 3 kg (gas melon). Sebagai pengelola pangkalan resmi, tak segan untuk mengantarkan tabung berisi gas tersebut ke rumahnya. Walaupun tanpa ongkos kirim -- tetapi ini demi kepuasan pelanggan atau konsumen.
Nah melalui tulisan ini, pesan yang perlu penulis sampaikan bahwa tidak selamanya menjalani bisnis itu selalu terpaku pada profit oriented. Tidak pula setiap langkah harus menghasilkan uang atau sering dimitoskan bahwa waktu adalah uang (time is money !)