Apalagi dengan pemberlakukan bantuan/subsidi secara terbuka -- sangat dimungkinkan si penerimanya cenderung membengkak, siapa saja boleh mendaftarkan diri (sebagai rakyat miskin) untuk menerima/memperoleh bantuan mengingat perhitungan secara ekonomis lebih banyak menguntungkan.
Nah dari sisi ini saja sudah dapat dikatakan bahwa subsidi untuk rakyat miskin semakin membias maksud dan tujuannya. Belum lagi cara penyaluran bantuan/subsidi untuk rakyat miskin yang melibatkan "permainan" pihak lain sering kali mengundang masalah baru. Bukan hanya dapat dibilang salah sasaran, tetapi cenderung atau selalu disalahgunakan hanya untuk memenuhi kepentingan tertentu.
Oleh sebab itu untuk mengefektifkan berbagai bantuan/subsidi bagi rakyat miskin, apapun bentuknya harus mengacu pada validitas data yang sudah terhimpun dan dapat dipertanggung jawabkan.
Di Indonesia banyak para pakar dibidang statistik, sains, informatika dan teknologi informasi. Menghitung jumlah angka kemiskinan dan menyebarluaskan keseluruh pelosok tanah air menurut penulis tidaklah sangat sulit bagi mereka. Â
Sekalipun data tentang jumlah rakyat miskin ini tergolong data dinamis, setiap waktu bisa berubah, para pakar akan selalu siap melakukan kalkulasi bilamana memang angka kemiskinan berfluktuasi setiap saat.
Perlunya data valid tentang jumlah rakyat miskin dan sistem pemberian bantuan/subsidi secara tertutup (hanya mereka yang benar miskin) setidaknya akan mengikis rakyat mampu yang bermental miskin. Jangan sampai bantuan/subsidi yang seharusnya jatuh ketangan rakyat miskin tetapi dalam kenyataannya justru dinikmati mereka yang berkecukupan, bermobil pribadi atau berfasilitas lengkap sehingga yang miskin akan selalu tidak berdaya.    Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H