Penjualan dan peruntukan Gas Elpiji 3 Kg atau sering disebut Gas Melon kini kembali mengundang masalah. Penggunaan yang tidak sesuai peruntukannya  atau sering disebut "salah sasaran" kembali terjadi di sejumlah daerah. Di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau mungkin di wilayah lain gejala serupa masih juga terjadi.
Masalah yang menyangkut Gas Elpiji 3 Kg dan yang seharusnya disediakan untuk konsumen yang tergolong masyarakat kurang mampu atau prasejahtera dan usaha ekonomi mikro kecil ternyata penggunaannya banyak dikonsumsi oleh mereka yang tergolong mampu atau mereka yang tidak berhak membelinya.
Masalah yang disebut salah sasaran ini sesungguhnya bukan hanya terjadi sekarang, namun di waktu-waktu sebelumnya sudah lama ditemui. Oleh sebab itu sebutan yang lebih tepat untuk gejala ini menurut penulis yaitu selalu salah sasaran, karena sudah berlangsung berulang-ulang tanpa ada penyelesaian atau solusi untuk mengatasinya.
Dampak atas masalah demikian sudah barang tentu yang paling dirugikan adalah masyarakat miskin atau kurang mampu atau prasejahtera dan usaha ekonomi mikro kecil yang selayaknya sebagai pengguna sesuai aturan yang telah ditetapkan -- menjadi terganggu mengingat jatah Gas Elpiji 3 Kg peruntukan mereka "diserobot" oleh orang lain.
Demikian halnya bagi rakyat yang memiliki usaha kecil menjadi terhambat pertumbuhannya mengingat kebutuhan energi berupas gas melon atau elpiji 3 kg yang sedianya diperoleh -- menjadi kesulitan untuk mendapatkannya. Paling tidak, untuk memenuhi kebutuhan tersebut harus mau mengeluarkan uang lebih dari harga eceran tertinggi (HET) karena jatahnya "sudah berpindah tangan".
Berkait masalah ini, Gubernur DIY Sri Sultan HB X (28/8) lalu ikut menanggapinya. Dalam headline berjudul Pemanfaatan Elpiji 3 Kg Salah Sasaran terpetik berita bahwa "Seharusnya elpiji 3 kg itu diperuntukkan bagi keluarga kurang mampu atau mereka yang secara ekonomi tidak mampu.
Bagi rumah makan besar, seharusnya tidak menggunakan elpiji bersubsidi. Untuk memastikan supaya elpiji bersubsidi dinikmati mereka yang berhak, saya minta distribusinya diawasi agar tidak salah sasaran" (Kedaulatan Rakyat, 29/8/2018, halaman 2).
Munculnya respon dari petinggi di DIY tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan elpiji 3 kg yang tidak sesuai peruntukannya atau salah sasaran perlu segera dibenahi, dicarikan solusinya terutama dalam hal pendistribusiannya perlu dikontrol, diawasi, sehingga  kawula alit atau rakyat yang berada di golongan ekonomi lemah bisa menikmati haknya.
Adanya perhatian dari Sri Sultan HB X juga mengindikasikan bahwa rakyat kecil perlu dilindungi, difasilitasi untuk memenuhi kepentingan sesuai kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan. Kebutuhan pokok mereka, termasuk hak untuk memperoleh gas elpiji bersubsidi ukuran 3 kg jangan sampai diganggu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tentunya apa yang telah yang diungkapkan di atas menjadi "PR" bagi kalangan yang berkompeten, terutama di jajaran pemerintahan di bawahnya untuk menindaklanjuti sehingga harapan untuk memberdayakan keluarga kurang mampu atau pengusaha ekonomi mikro kecil tidak mengalami berbagai hambatan.
Untuk mengurai masalah salah sasaran terhadap penggunaan elpiji 3 kg, perlu terlebih dahulu kita pahami aliran elpiji itu sendiri yaitu aliran barang dimulai dari produsen hingga konsumen akhir.Â