Di era yang serba modern ditandai kehadiran teknologi informasi dan komunikasi seperti sekarang, manusia telah dimanjakan oleh kenyamanan dan kemudahan serta  keleluasaan dalam berbagi maupun melangsungkan komunikasi.
Hampir setiap saat di era kekinian kita sudah tidak mengalami kesulitan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi di segala bidang. Adanya teknologi berbasis online seperti kehadiran media internet telah menjadikan akses dalam aktivitas komunikasi dan mencari kebutuhan informasi bisa terpenuhi setiap saat.
Tentu saja membicarakan perkembangan teknologi informasi tidak hanya sebatas atau melulu menyangkut teknik maupun perangkat kerasnya. Penting pula untuk melihat isi/kontennya sehingga akan lebih lengkap bilamana kehadiran teknologi informasi mampu memberi nilai tambah, yang pada gilirannya akan menumbuhkan dinamika sosial menuju masa depan lebih baik.
Seperti halnya di tahun politik 2018 dan 2019 dimana perhelatan politik sedang berlangsung, dimulai Pilkada serentak tahun ini, disusul Pemilihan Presiden tahun depan merupakan saat-saatnya komunikasi politik berlangsung. Berbagai statemen/pernyataan berupa opini banyak mengemuka dan diliput media, bahkan penyebarannya sangat cepat sehingga dampaknyapun selalu mengikuti.
Munculnya pernyataan dari para tokoh maupun elit politik di negeri ini diantaranya: "Indonesia bubar tahun 2030", "pengibulan sertifikat tanah", " partai setan" dan sejenisnya merupakan pilihan wacana yang membuat rakyat menjadi bingung. Apalagi permyataan tersebut viral di media sosial semakin membuat suasana cenderung gaduh dan kurang menjadikan suasana kondusif.
Ada beberapa hal yang bisa dicermati atas lontaran pernyataan para elit dalam konteks komunikasi politik yang berlangsung selama ini. Disatu sisi sangat boleh jadi pernyataan-pernyataan yang bersumber dari para elit politik tersebut merupakan langkah awal atau bagian dari "serangan opini" terhadap pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla menjelang Pilpres 2019 yang kini sudah mulai mewacana.
Prakondisi sepertinya mulai dibangun untuk menurunkan citra pemerintahan, dan gejala demikian wajar terjadi karena begitu kokohnya dukungan terhadap Jokowi selama ini -- sehingga pihak tertentu yang akan bersaing dalam Pilpres 2019 nanti mulai menyusun strategi dengan melakukan kritik terhadap pemerintah sekarang.
Sedangkan pada sisi lain, menjadi tidak wajar  apa yang diungkapkan para elit tersebut hanya cenderung emosi, tidak disertai penjelasan (dari yang bersangkutan) sehingga persepsi atas pernyataan menjadi kabur dan khalayak hanya bisa mencerna secara lugas sesuai kalimat yang dilontarkan para elit politik itu. Seperti halnya wacana "partai setan" telah mengundang reaksi beberapa petinggi parpol untuk menanggapinya.
Pernyataan-pernyataan para elit politik yang mengundang kontroversial tersebut dampaknnya ternyata cukup meluas, bahkan hingga kini di level rakyat akar rumput masih menjadikan bahan perbincangan disana-sini. Namun bagi mereka (rakyat) yang sudah berpikiran kritis tidak sedikit menilai bahwa apa yang disampaikan para elit politik tersebut sangatlah tendensius, ada maksud dibalik setiap pernyataannya.
Terlepas dari penilaian benar atau salah, penulis dalam hal ini tidak akan membahasnya secara lebih jauh dan mendalam, biarkan saja semuanya berlangsung karena setiap warga negara berhak untuk menyatakan pendapatnya masing-masing. Hanya saja yang perlu dikemukakan disini bahwa setiap topik yang dilontarkan terutama oleh elit politik dan para petinggi lainnya akan selalu membawa dampak, bahkan jika terjadi salah persepsi bisa mengundang keresahan.
Oleh sebab itu, kita semua tentu mengharapkan supaya para elit politik dalam melancarkan komunikasi tanpa emosional atau berdasarkan ambisi menggebu yang kurang rasional, hanya mempertajam polarisasi sosial, mengundang perpecahan antarwarga yang sudah terbangun dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa.