Mohon tunggu...
Sulistyo
Sulistyo Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Dagang

Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

TUGU Jogja: Antara Nilai Simbolis dan Foto Bersama

1 Januari 2018   20:19 Diperbarui: 1 Januari 2018   20:29 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Letaknya tidak begitu jauh dari tempat tulisan ini disusun, sekitar 150 meter arah timur rumah tinggal penulis akan kita temui TUGU Jogja. Artefak ini menjadi ikon utama Yogyakarta tentunya banyak menarik perhatian berbagai kalangan. Disamping tata letaknya yang sengaja diposisikan lurus bilamana dilihat dari Keraton Yogyakarta bisa tembus ke arah pandang Gunung Merapi.

TUGU Jogja yang dibangun pada masa Hamengkubuwono I (tahun 1755) memiliki nilai simbolis yang merupakan garis bersifat magis yaitu menghubungkan laut selatan - Keraton Jogja, dan Gunung Merapi. Meditasi para Sultan dilakukan dengan patokan ini yakni dari Keraton menghadap ke arah Gunung Merapi yang terletak di utara (Kabupaten Sleman).

Secara lebih jelas letaknya, TUGU Jogja ini mudah dijangkau/dikunjungi mengingat posisinya berada di lokasi strategis yaitu di tengah perempatan Jalan Margo Utomo (dulu P.Mangkubumi),  Jl. A.M Sangaji (utara) , Jalan P.Dipenogoro (barat), dan Jalan Jenderal Sudirman (timur). Bilamana anda ingin berkunjung atau sekedar melintas bisa melalui Jalan Jenderal Sudirman ke arah barat, atau melalui Jalan P.Diponegoro ke arah timur, atau bisa juga lewat Jalan AM.Sangaji ke arah selatan. Sedangkan Jalan Margo Utomo (Jalan P.Mangkubumi) hanya bisa dilalui satu jalur menuju ke arah selatan.

Disamping memiliki nilai simbolis, TUGU Jogja ternyata juga memiliki nilai historis yaitu sebagai lambang menyatunya rakyat dan penguasa melawan penjajah (manunggaling Kawula Gusti). Konon TUGU Jogja yang pada awalnya memiliki ketinggian 25 meter, puncaknya berbentuk bulat. Namun kini sudah berubah tidak sesuai aslinya, karena runtuh akibat bencana gempa bumi pada tahun 1867 -- dan setelah direnovasi ketinggiannya menjadi 15 meter sampai sekarang, puncaknyapun kini berbentuk kerucut yang runcing, sedangkan pada sisi-sisi dinding tertulis prasasti.

Mengingat letaknya yang sangat strategis, mudah dijangkau, maka hampir semua orang yang pernah berkunjung atau menetap sementara, terutama kalangan mahasiswa yang pernah menuntut ilmu di Yogyakarta -- pastinya tidak asing lagi dengan TUGU Jogja.

Dalam perkembangannya hingga saat ini, TUGU Jogja yang merupakan ikon utama tidak pernah sepi dikunjungi, baik para wisatawan maupun pengunjung pribadi. Sore hari biasanya para generasi tua yang mungkin bernostalgia dan foto bersama keluarga. Malam harinya bahkan hingga dini hari banyak ditemui para generasi muda, terutama generasi millennial yang suka bersefie ria, berswafoto, ataupun bercitra diri mengambil gambar dengan latar belakang TUGU Jogja.

Fasilitas ringan juga tersedia di seputaran kawasan TUGU Jogja, seperti tersedianya coffe shop, dan kuliner ringan lainnya. Tempat ini menambah kenyamanan pengunjung terutama di malam hingga dinihari. Disamping itu bagi yang membawa kendaraan bisa diparkair sementara di pinggir-pinggir jalan kawasan setempat.

Nostalgia Masa Lalu

Tentu saja membicarakan kawasan TUGU Jogja tidak lepas dari masa-masa lalu yang penuh kenangan. Bagi yang pernah bertempat tinggal di Yogyakarta, pernah kuliah/menuntut ilmu di kota ini -- pastinya tidak terlepas dari ingatan masa lalu. Di pojok utara pada waktu yang sudah lalu, disana ada Toko Buku Gunung Agung, dan setelah tutup pukul 21.00 wib -- disusul di depan toko buku itu digelar kuliner Gudeg Lesehan.

Sedangkan di depan Pasar Kranggan dulu ditemui warung malam yang menjual minuman dan makanan/kudapan khas Rondo Kemul,terbuat dari ketan yang didalamnya berisi gula Jawa, dibakar sebelum disantap. Anak-anak muda kampus yang betah ngalongbisanya singgah dan ngobrol di warung ini. Namun sayangnya, sekarang si penjualnya mbah Amat Samin Putri dan suaminya sudah meninggal sehingga itu semua meninggalkan kenangan tersendiri.

Pendek kata bilamana kita berkunjung ke kawasan TUGU Jogja, dijamin selalu tersedia aneka kuliner. Di sepanjang Jalan P. Dipenegoro, Jalan Am Sangaji, Jalan Jenderal Sidirman, dan Jalan Margo Utomo (dulu Jalan P. Mangkubumi) -- hingga Stasiun Tugu tinggal pilih mana kuliner yang disuka.

Nah selamat berkunjung ke TUGU Jogja, sekalian ikut memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya (simbolis dan historis) sekaligus menorehkan kenangan selama di Yogyakarta.

Catatan:

Sebutan Jogja dalam tulisan ini hanyalah sebagai brand name, sehingga mudah diingat, dikenal dan lebih gaul. Sedangkan sebutan Yogya atau Yogyakarta lebih pada hal-hal yang bersifat resmi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun