Perkembangan jaman ditandai era globalisasi telah mengubah pola hidup dan gaya hidup manusia di muka bumi ini, tak terkecuali bagi Indonesia. Globalisasi yang juga dibarengi percepatan di bidang teknologi khususnya teknologi informasi menjadikan masyarakat sedunia saling berbagi informasi untuk menunjang segala aktivitas sehari-hari menjadi lebih cepat, efisien.
Globalisasi dengan seperangkat nilai peradaban yang menyertainya sudah barang tentu tidak bisa dihindari. Globalisasi pastinya juga erat dengan era baru yang sering disebut pasar bebas dan yang nota bene liberalisasi termasuk didalamnya.
Sebagai konsekuensi diantaranya industri dan perdagangan akan semakin terpacu. Proyek-proyek padat modal bertumbuh dimana-mana dan sumber daya alam cenderung terkuras yang jika tidak terkendalikan berdampak lebih serius berjangka panjang.
Realitas ini harus dihadapi dan diterima namun kita perlu bersikap kritis sehingga dampak yang kemungkinan timbul dikemudian hari bisa disikapi supaya sebagai suatu bangsa tidak akan kehilangan sumber daya alam dan menurunnya kualitas lingkungan hidup demi masa depan generasi penerus.
Daoed Yoesoef dalam artikelnya berjudul: Kewajiban Hak Asasi Manusia (Kompas, 17/10/2017, halaman 6), menekankan bahwa manusia tidak hanya meneriakkan hak asasi tetapi juga harus disertai kewajiban asasi yang melekat atau tidak bisa dipisahkan.
Artikel yang cukup komprehensif serta mendalam kupasannya, berperspektif filosofis dan edukasional dengan menyontohkan perlakuan kita (manusia) terhadap Bumi, dimana kita sudah lama mengabaikan hak asasinya. Kita juga lupa tentang kewajiban asasi Bumi tersebut. Akibatnya, sistem ekologi semakin parah, tanah longsor, kekeringan di daerah hilir, perbukitan dan tebing semakin gundul, pergerakan tanah. Karena lalai dan tidak peduli, kita kehilangan the capacity to foresee and to foresall.
Pada akhir tulisannya, terpetik pesan moral yang perlu digarisbawahi bahwa sebelum terlambat, ditegaskan perlunya kwajiban asasi human dan menjadikannya landasan untuk melestarikan lima unsur pokok alami, antara lain: H, U, K, U, M sebagai rangkaian akronim H = Hutan, U = Udara, Kali = aliran/persediaan air, U = Unsur  kekayaan alam (naturalendowment), dan M = Membumi, merawat tanah tempat kita berpijak..Â
Munculnya fenomena (perusakan alam) seperti dituliskan diatas tidak terlepas dari sebab-sebab yang melatar belakanginya, salah satu penyebab sangat boleh jadi dikarenakan pengetahuan manusia yang masih minim tentang arti penting sumber daya alam dan lingkungan hidup. Pola pikir praktis dan pragmatis tanpa mempertimbangkan masa depan -- telah menjadikan manusia bertindak asal-asalan (ngawur) dan hanya memenuhi hasratnya secara sepihak.
Penyebab lain yaitu keserakahan manusia yang seharusnya menjaga Bumi, namun sebaliknya demi kepentingan ekonomi atas nama proyek padat modal dan demi target perolehan profit -- selanjutnya penjajahan (eksploitasi) manusia terhadap sumber daya alam semakin ganas, yang berakibat menurunnya kualitas lingkungan hidup.
Sesungguhnya masalah ini sudah diantisipasi dengan berlakunya Undang-Undang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007, yang telah memberi kewenangan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melakukan peningkatan diri sesuai dengan potensi sumber daya, karakteristik, dan budaya (kearifan lokal) di daerah masing-masing.
Namun pendekatan normatif berdasar ketentuan yuridis formal demikian nampak masih kurang efektif, disana-sini masih berlangsung kasus-kasus "pemerkosaan sumber daya alam" secara berlebihan. Kasus "Lumpur Lapindo" dan kasus illegal logging di Kalimantan dalam hal ini dapat dicontohkan.