Dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) No.87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, yang juga menyangkut jumlah hari sekolah merupakan kebijakan yang cukup melegakan. Setidaknya dengan lahirnya Perpres tersebut akan mengakhiri polemik maupun kontroversi terkait full day school(penerapan lima hari sekolah dalam satu mimggu) yang banyak mendapat penolakan dari berbagai kalangan.
Kebijakan ini sekaligus membuktikan bahwa pemerintah ternyata sangat responsif dan akomodatif untuk membangun bidang pendidikan dalam rangka mencerdaskan anak bangsa. Terlebih dengan mengingat bahwa letak geografis dan kultur masyarakat Indonesia yang beragam -- maka kebijakan di bidang pendidikan sudah saatnya semuanya tidak harus disentralisasi.
Terbitnya Perpres No.87 Tahun 2017 ini menjadi payung hukum bagi kalangan pejabat di daerah dan sekaligus menggantikan Peraturan Menteri (Permendikbud) No.23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah (termasuk mengenai ketentuan lima hari sekolah dalam seminggu.
Hal yang perlu diketahui dalam Perpres No.87 Tahun 2017 antara lain dapat dipetik pada Pasal 9 yang berbunyi:
Penyelenggaraan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) pada Satuan Pendidikan jalur Pendidikan Formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dilaksanakan selama 6 (enam) atau 5 (lima) hari sekolah dalam 1 (satu) minggu.
Ketentuan hari sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan pada masing-masing Satuan Pendidikan berasama-sama dengan Komite Sekolah/ Madrasak dan dilaporkan kepada Pemerintah Daerah atau kementerian yang menyenlenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama setempat sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Dalam menerapkan 5 (lima) hari sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Satuan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah mempertimbangkan: (a) kecukupan pendidik dan tenaga kependidikan, (b) ketersediaan sarana dan prasarana, (c) kearifan lokal, dan (d) pendapat tokoh masyarakat dan/atau tokoh agama di luar Komite Sekolah/Madrasah.
Daari Pasal 9 Perpres tersebut dapat dipahami bahwa penerapan jumlah hari sekolah dalam seminggu sangatlah opsional. Dalam artian bahwa persoalan ini diserahkan kepada masing-masing daerah yang tentunya disesuaikan dengan situasi maupun kondisi setempat. Enam hari sekolah akhirnyapun bisa diberlakukan dan ini menurut penulis merupakan sebuah kebijakan yang bijaksana.
Perlu dipahami bersama bahwa dalam rangka pendidikan karakter tentu saja disini tidak meninggalkan basis kebudayaan lokal atau kearifan lokal sehingga nilai-nilai kelokalan masing-masih daerah merupakan bagian dari pendidikan itu sendiri.
Membangun dunia pendidikan tidak harus selalu mengadopsi nilai-nilai yang berkultur kota modern, kota metropolis. Kondisi di Jakarta akan berbeda dengan kondisi di daerah perdesaan, apalagi daerah pelosok yang masih tertinggal. Penguatan pendidikan karakter seperti disebutkan dalam Perpres No.87 Tahun 2017 tentunya patut didukung sehingga diharapkan nantinya hasil dari proses pendidikan anak bangsa disamping membuahkan manusia cerdas juga tidak kehilangan jati dirinya.
Penerapan 5 (lima) hari sekolah dalam seminggu untuk peserta didik (penekanan seharian penuh pada materi ajar) di daerah nampaknya kurang pas mengingat setiap daerah terutama di pelosok perdesaan memiliki kultur yang khas, memiliki kegiatan tradisi atau budaya bernilai kearifan lokal yang masih perlu dilestarikan.