Mohon tunggu...
Listiana Vala Wardani
Listiana Vala Wardani Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Listiana Vala Blog

Stay Low Key

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Takaful: Apakah Ada Gharar di Dalamnya?

20 November 2020   11:14 Diperbarui: 20 November 2020   11:18 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Asuransi adalah sebuah perjanjian antara dua orang atau lebih di mana pihak tertanggung harus membayarkan iuran/kontribusi/premi untuk mendapat penggantian atas risiko kerugian, kerusakan, atau kehilangan, yang dapat terjadi akibat peristiwa yang tidak terduga. Sedangkan  asuransi syariah disebut juga Takaful dari bahasa Arab 'kafala' yang artinya menjamin, menjaga, yang bertujuan untuk membantu dan mengurus kebutuhan seseorang.

Takaful/asuransi adalah sebuah sistem asuransi Islam yang berdasarkan prinsip 'Ta'awun' (bantuan timbal balik) dan 'Tabarru' (kontribusi sukarela). Asuransi Syariah merupakan salah satu instrumen keuangan Syariah yang bertujuan melindungi masyarakat dari kerusakan, kecelakaan, kehilangan, penyakit, dan kondisi ketidakpastian lainnya.

Dalam praktik asuransi konvensional terdapat dugaan unsur-unsur yang bertentangan dengan syariah Islam, seperti contoh maisir, gharar, riba, zalim dan sebagainya. Terdapat tiga unsur pokok dalam asuransi yang dipandang bertentangan dengan nilai-nilai syariah yaitu bahaya yang dipertanggungkan, premi pertanggungan dan sejumlah uang ganti rugi pertanggungan. Untuk mencari solusi dari berbagai macam unsur yang tidak sejalan dengan syariah Islam, telah adanya perusahaan asuransi yang menekankan sifat saling menanggung, saling menolong di antara para tertanggung yang bernilai kebajikan menurut ajaran Islam.

Di sinilah ulama kontemporer berperan dalam menggali dan menyusun sebuah kinerja lembaga asuransi syariah yang memasukkan unsur tolong-menolong, seperti yang terjadi di awal sejarah asuransi yang menjadikan tolong-menolong sebagai unsur utama di dalamnya.

Dari sinilah, asuransi syariah mengemban tugas membersihkan unsur-unsur yang tidak sesuai dengan syariah terhadap praktik yang dijalankan oleh asuransi konvensional. Sebagaimana diketahui bahwa akad merupakan salah satu persoalan pokok dalam asuransi konvensional yang menjadikannya diharamkan oleh para ulama. Karena dengan akad yang ada di asuransi konvensional, dapat berdampak pada munculnya gharar.

Gharar adalah suatu akad yang akibatnya tersembunyi atau akibatnya dua kemungkinan di mana yang paling sering terjadi adalah ditakuti. Unsur gharar itu sendiri menyebabkan ketidakpastian yang sama dengan judi di mana yang satu diuntungkan sedangkan yang lain dirugikan. Masalah gharar (penipuan) muncul karena akad yang dipakai dalam asuransi konvensional adalah akad tabaduli (akad pertukaran; jual-beli).

Sesuai dengan syarat-syarat akad pertukaran, maka harus jelas berapa pembayaran premi dan berapa uang pertanggungan yang akan diterima. Masalah hukum (syariah) di sini muncul karena kita tidak bisa menentukan secara tepat jumlah premi yang akan dibayarkan. Jumlah premi yang akan dibayarkan sangat bergantung pada takdir, tahun berapa kita meninggal atau mungkin sampai akhir kontrak kita tetap hidup.

Di sinilah gharar terjadi. Dalam asuransi syariah, masalah gharar ini dapat diatasi dengan mengganti akad tabaduli dengan akad takafuli (saling menanggung; tolongmenolong) atau akad tabarru' dan akad mudharabah (bagi hasil). Dengan akad tabarru', persyaratan dalam akad pertukaran tidak perlu lagi atau gugur. Sebagai gantinya, maka asuransi syariah menyiapkan rekening khusus sebagai rekening dana tolong-menolong atau rekening tabarru' yang telah diniatkan (diakadkan) secara ikhlas setiap peserta untuk masuk asuransi. Oleh karena itu, dalam mekanisme dana di asuransi syariah, premi yang dibayarkan peserta dibagi dalam dua rekening, yakni rekening peserta dan rekening tabarru'.

Pada rekening tabarru' inilah ditampung semua dana tabarru' peserta sebagai dana tolong-menolong atau dana kebajikan, yang jumlahnya sekitar 5-10% dari premi pertama (tergantung usia). Selanjutnya dari dana ini pula klaim-klaim peserta dibayarkan apabila ada di antara peserta yang meninggal atau mengambil nilai tunai.

Dengan meluasnya praktik asuransi di seluruh penjuru dunia termasuk di Negara Islam, maka para ulama tidaklah berdiam diri dalam mendudukan hukumnya . Sebagai akad model baru yang tidak terdapat dalam kitab-kitab fiqh lama. Hal ini menimbulkan persoalan baru apakah asuransi itu diterima atau ditolak. Dengan memandang dari berbagai sudut, ternyata para ulama tidak sependapat dalam menetapkan hukumnya, segologan menolaknya, tapi ada pula yang menerimanya. Adapun ulama yang menolak hukum asuransi adalah :

Syekh Ahmad Ibrahim : Syekh Ahmad Ibrahim dalam satu fatwanya telah menjelaskan bahwa asuransi itu tidak sah, lebih lanjut dia mengatakan bahwa: Apbila asuransi itu dimaksudkan mudharabah , maka perjanjian asuransi itu adalah mudharabah yang rusak. Karena mudharabah adalah dua belah pihak yang bersekutu dalam keuntungan menurut kesepakatan. Prinsip syarat sah mudharabah adalah pemilik modal mengambil haknya dari keuntungan hartanya yang dioperasikan oleh rekannya (mudharib) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun