...lalu saya lupa kelanjutannya. Hehehe
Puisi itu yang menjadi debut saya berpuisi di depan banyak orang.
Ya, kalau ditarik maju sampai titik ini. Rasa-rasanya kemarin saya kembali mengulang memori itu. Berpuisi di depan orang-orang, yang kali ini buatan saya sendiri. Ah, cepat sekali dua puluh tahun!
Saya jadi berpikir bahwa kemampuan saya merangkai kata adalah turunan dari orangtua saya, khususnya Bapak. Bapak yang menularkan saya menulis sampai hari ini, bahkan mungkin mengalahkannya. Terima kasih, Bapak.
"Collect Memories, Not Things."
Selain memori berpuisi, akhir-akhir ini saya juga sadar bahwa masa anak-anak saya adalah masa yang berhasil orangtua saya atau kami rayakan.
Awal bulan ini, saya kembali diajak bertamasya ke tempat yang sama setelah sekian lama tidak berkunjung. Mungkin kata orang, "kenapa ke situ-situ lagi?"
Ya, meski tempatnya memang sama, tapi waktu sudah berubah. Bukan membosankan, justu berkunjung ke tempat itu lagi berhasil menyirami kembali kenangan-kenangan terdahulu. Membuat saya jadi kagum bahwa barangkali ini alasan orangtua saya sering mengajak kami berpegian semasa masa anak-anak dibandingkan membeli barang.
Kenangan yang ada di kepala adalah souvenir paling mahal dan tidak diperjualbelikan. Kenangan yang saya harap selalu menetap. Kalau pun nanti sempat dimakan waktu, mudah-mudahan tulisan ini jadi obat.
Apakah Saya Bisa Melakukannya Juga Kelak?
Orangtua saya adalah panutan saya bagaimana kelak nanti jika mendapatkan peran seperti mereka. Entah apakah bisa sehebat orangtua saya atau tidak setidaknya saya punya standar sendiri.