Kami menyerah ketika jalan yang ditunjukan tidak lagi masuk akal. Makin meyakinkan ketika Bapak bertanya pada orang sekitar yang mengiyakan bahwa jalan yang ditujukan peta tidak mudah untuk mobil. Kami diarahkan untuk mengikuti jalan aspal saja.
Bapak sebagai pengendali kemudi mengiyakan. Apakah jalan ini akan berhasil? Perjalananya ternyata masih lumayan panjang. Semakin naik, semakin naik dan tidak juga menemukan apa yang dicari. Di sela itu, saya juga berdoa, "semoga menjadi hamba yang beruntung, ketika sampai tujuan mohon diizinkan untuk melihat karya indahMu." Aamiin. Saya malah lupa untuk dilancarkan jalan menujunya.
Sampai akhirnya kami harus bertanya lagi ke orang kedua di drama perjalanan ini. Orang yang menyarankan kami untuk melewati jalan tak beraspal, yang katanya akan memangkas jarak dan waktu lebih singkat. Lagi-lagi kami memilih mengiyakan saja.
Apakah setelah itu mulus? Tidak. Sampai kami meyakinkan diri dengan bertanya pada seorang paruh baya. Yang awalnya sempat saya ragu, ternyata yakin tahu. Lega. Tak lama tujuan memang sudah ada di depan mata. Benar-benar GPS paling akurat adalah Gunakan Penduduk Sekitar.
Di Senja Pagi, Alam sedang Berbaik Hati
Sepanjang perjalanan, cuaca agak mendung. Hal yang membuat khawatir ketika berkunjung ke tempat yang mengandalkan keindahan alam. Seperti indahnya alam di lokasi. Dan Tuhan baik sekali.
Meski mendung, penampakan alam di Senja Pagi cukup terlihat. Seperti yang disuguhkan di media sosial. Saya merasa beruntung, walau ada nyasarnya.
Sebelum menuju ke roof top, saya mampir dulu untuk memesan beberapa makanan. Soal harga masih wajar, soal rasa juga bisa diterima. Pesanan akan diantarkan sesuai nomor meja yang kita dapat. Pembayaran dilakukan ketika kita sudah selesai. Sesederhana itu.
Saya memilih katsu, Bapak dengan nasi goreng, Mama ingin mi goreng. Tidak lupa dengan camilan kentang goreng dan mendoan untuk sharing. Minuman? Ada jus jambu, susu jahe, dan milkshake cokelat terpampang di meja. Total tidak sampai 200ribu.