Sampurasun!
Kemarin (24/09) adalah salah satu hari paling bersejarah dalam hidup saya. Kenapa? Karena hari itu, untuk kali pertama, saya akhirnya bisa berpetualang di Purwakarta. Tempat yang nyaris dua tahun saya tinggali untuk dijadikan tempat mencari rezeki. Alhamdulillah.
Rasa syukur itu tidak cukup hanya bisa berpetualang, tetapi juga karena besti-besti petualangan kali ini adalah pihak yang istimewa. Dari mulai WargaKota (Keluarga Kompasianer Purwakarta), Koteka (Komunitas Traveller Kompasiana), Kompasiana, dan langsung dengan pihak yang bersangkutan alias Bidang Pariwisata Dinas Kepemudaan, Olahraga, Pariwisata, dan Kebudayan Kabupaten Purwakarta.
Antara Saya, WargaKota, dan Kompasiana
Sebelum bercerita perjalanan kemarin, saya ingin curhat terlebih dahulu. Tentang bagaimana semesta begitu sistematis mengatur takdir yang dijatuhkan kepada saya. Ehem.
Satu tahun lebih sembilan bulan beberapa hari adalah waktu yang telah saya habiskan di kota ini. Di kota yang saya tidak banyak tahu sebelumnya, dan tidak terpikirkan akan menjadi bagian dari cerita. Di kota yang kemudian membuat saya paham bahwa Tuhan punya maksud yang baik mengapa saya harus berada di sini.
Perkenalan saya dengan WargaKota adalah salah satu yang membuat saya bersyukur bahwa saya tidak benar-benar akan menjadi asing. Alhamdulillah, tidak lama setelah menjejaki kaki di sini, saya sudah bertemu dengan para punggawa di balik komunitas tersebut. Ada Teh Mira, Sony, dan Juga Mas Ofi.
Menariknya, tanggal dikukuhkannya WargaKota adalah tanggal yang sama dengan tanggal saya ditempatkan di sini. Seperti lagu Gigi, 11 Januari. Hanya beda tahun, WargaKota terlahir lebih dahulu di 2020. Bisa gitu ya?
Cocokologi tidak sampai di sini, tetapi juga tentang bagaimana Kompasiana (tempat saya menulis sejak 2014), ternyata tidak juga bisa lepas. Seperti kami punya benang merah yang selalu terhubung, lewat WargaKota hubungan saya dengan Kompasiana awet romantis layaknya lagu Kahitna, "ke mana langkahku pergi, selalu ada bayangmu."
Bayangkan, ada 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat, dan Purwakarta menjadi yang pertama Kompasiana melalui Koteka (Komunitas Traveller Kompasiana) untuk diceritakan. Di tempat yang sedang saya ada di situ. Di saat saya memang belum banyak tahu atau belum sempat banyak singgah ke destinasi wisatanya.
Saya seperti sedang dijenguk yang tercinta, kompasiana. Jika jodoh tidak melulu menyerupai seseorang, maka Kompasiana adalah salah satu jodoh yang dituliskan saya. Ecie.
Mengenal UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di Purwakarta
Dinas Kepemudaan, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan Purwakarta atau Disporparbud menjadi tempat titik kumpul kami. Saya sudah di sana sebelum pukul delapan pagi. Sengaja sambil menunggu rombongan dari Jakarta.
Sekitar pukul 10, kami sudah berkumpul di salah satu ruangan Disporaparbud. Tidak hanya rombongan dari Jakarta, pun ada para pemilik UMKM yang terlibat menjadi sponsor, dan sambutan hangat dari Bapak Acep Yulimulya, selaku Kepala Bidang Pariwisata.
Sebelum melanjutkan perjalanan kembali, kami sempat saling berkenalan singkat. Kemudian acara dilanjutkan dengan perkenalan produk UMKM yang sewaktu datang sudah dibagikan, dan ditenteng masing-masing dari kami.
Tas kertas yang dibagikan WargaKota bukan sembarang tas kertas biasa karena berisi snack dari @momdifood, snack dari @anyelircake_purwakarta, teh tubruk @perpusdes_sumurugul, @pastelkering_mini , @nogakacang.ciganea , dan jamu dari @herblasssusi.
Masing-masing dari UMKM punya ceritanya sendiri. Seperti Oma dan Opa -sapaan bagi pemilik @anyelircake_purwakarta yang saya dengar- yang membangun usahanya sejak tahun 93, pasmini alias pastel mini yang bahan bakunya diambil dari waduk jatiluhur, dan si manis noga kacang yang tampil cantik di balik kemasan kekinian.
Terima kasih, smoga semakin sukses!
7+ Destinasi dalam Satu Hari
Gedung Disporaparbud menjadi garis start.
1/
Setelah asyik berbincang, perjalanan dimulai kembali. Destinasi pertama adalah mengunjungi Taman Air Mancur Sri Baduga yang khas dengan patung Badaknya. Jujur, walau sudah pernah saya mengabadikan gambarnya, baru kemarin saya mengabadikan diri dalam foto. Foto tertera di halaman depan.
2/
Lanjut, kami menuju Bale Panyawangan Diorama Nusantara. Tidak jauh dari lokasi Taman Sri Baduga, kurang lebih 5 menit jalan kaki, tapi saya dan rombongan tidak berjalan kaki. HEHE. Saya sudah sering lewat lokasi ini, tapi lagi-lagi kesempatan masuk baru saya lakukan hari itu. Bersama teman-teman Koteka dan Bidang Pariwisata.
Tidak seperti yang saya bayangkan, ternyata tempatnya cukup luas dan memuat beragam informasi. Pantas saja, tempat ini berada di pantauan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan. Tempat yang jika saya ingin rekomendasikan maka anak-anak sekolah/pelajar seharusnya menjadi wajib untuk singgah di tempat ini.
3/
Dari Bale Panyawangan, kami menuju ke Bale yang lain. Bale Indung Rahayu. Jaraknya juga tidak sampai 1 kilometer. Tidak sampai 5 menit, kami sudah berada di lokasi tujuan. Satu kata untuk tempat ini: KEREN!
Saya sedikit menyesal mengapa saya baru tahu ada lokasi ini. Andai saya tahu beberapa bulan yang lalu, mungkin saya sudah membawa teman-teman mahasiswa saya berkunjung ke sini sebagai salah satu tatap muka di mata kuliah Sosioantropologi Gizi. Tidak hanya berisikan perjalanan tetang kelahiran manusia dan bagaimana mulianya peran Ibu, di sini saya juga belajar bagaimana filosofisnya masyarakat sunda.
4/
Matahari makin tinggi. Daftar lokasi yang harus kami kunjungi masih mengantri. Tujuan selanjutnya adalah Galeri Wayang. Namun, sebelum itu kami memutuskan untuk beribadah salat zuhur di masjid agung.
5/
Selesai salat, kami tinggal melakukan perjalanan dengan menggunakan kaki alias jalan. Sebagai orang yang tidak asing dengan wayang dan cukup mengenal beberapa tokohnya, saya jadi malu karena baru tahu ada tempat se-wayang galeri wayang. Mantul!
6/
Setelah asyik mengambil konten perwayangan, yang sudah saya rencanakan untuk konten bulan November di mana tepat tanggal 7 adalah Hari Wayang Nasional, perjalanan dilanjutkan kembali. Perjalanan yang akan menyenangkan perut kami yang mulai bernyanyi. Menuju kampung sate maranggi di Plered.
Kali ini lokasinya lumayan, sekitar 30 menit perjalanan. Sampai di lokasi kami sudah disuguhi tempat untuk menyantap sate dan sop khas dari Purwakarta, tak lupa beberapa juga menyicipi ketan bakar.
7/
Perut sudah terisi, tenaga sudah kembali. Waktunya tidur, oh tentu sayang jika ditinggal tidur. HEHE. Kami melanjutkan untuk melihat keramik di Litbangnya. Keramik cantik yang sudah berkualitas ekspor terpampang di sana. Dari rombongan pun ada yang membawanya sebagai cinderamata.
8/
Sudah selesai? Belum. Masih ada yang jadi incaran kami. Adalah Hidden Valley Hills. Tempat yang letaknya cukup tinggi dan mempunyai nilai historis bagi WargaKota. Tempat yang sudah saya ingin singgahi lama akhirnya terwujudkan. Rasanya ingin kembali lagi ke sana suatu hari nanti, karena belum banyak sisi yang saya abadikan di memori.
9/
Hari mulai senja. Waktu terbaik menikmati senja di tempat terbaiknya harus dieksekusi. Di sebuah waduk terbesar di Indonesia. Akhirnya setelah satu tahun lebih sembilan bulan beberapa hari saya menginjaki kaki di tempat ini.
Senja sore itu datang sembunyi-sembunyi, barangkali itu pertanda bahwa saya harus mengunjunginya lagi.
Tidak terasa, malam menyergap. Setelah salat maghrib berjamaah, mencicip snack yang disajikan pengelola, dan menyimak singkat soal waduk jatiluhur, kami waktunya pamit. Pamit kembali menuju ke tempat masing-masing.
Hanupis, hatur nuhun pisan, terima kasih banyak kepada WargaKota yang sudah merancang acara sedemikian rupa, Kotekasiana yang selalu asyik diajak jalan, dan Kompasiana sebagai tempat menyebarluaskan cerita. Senang menjadi bagian dari perjalanan yang super menyenangkan.
Tak lupa kepada Bidang Pariwisata yang setia menemani perjalanan terkhusus Bapak Fadlie, Mas Yosef, Mas Yosi, Mas Iqbal, Mas Rudi, dan Mas Feras. Kapan-kapan lagi.
Karena bagi saya hastag ayo main di Purwakarta lebih dari itu, saya bahkan menjadikan tempat ini menjadi ladang rezeki. Alhamdulillah.
Diawali sampurasun, diakhiri rampes!
Salam,
Listhia H. Rahman
-----------------------
Tulisan ini dibuat untuk memperingati Hari Pariwisata Dunia yang tepat dirayakan pada tanggal 27 September 2022. Untuk memantau perjalanan yang terekam di kamera dalam bentuk video silakan kunjungi instagram @listhiahr.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H