Ciye~, sapa tuh?
Sudah lama rasanya saya tidak menyempatkan untuk menulis tulisan yang panjang (minimal 500 kata-lah). Untunglah, di malam ini, di saat saya ingin menulis meski belum tahu akan menulis apa, saya diberikan jalan untuk melakukannya. Senangnya~
Jalan itu ditunjukkan oleh Kompasiana. Melalui topik pilihan yang dinaikan hari ini. Soal "Suka Duka Punya Saudara Kandung." Sebagai seorang yang dilahirkan memiliki dua saudara kandung, Kakak dan Adik, topik pilihan tersebut terasa relatable dan akan menarik untuk dibahas setidaknya untuk saya.
Topik yang seharusnya bisa saya ceritakan dengan baik karena berdasarkan pengalaman. Harusnya.
Rasanya Punya Kakak dan Adik Kandung Itu...
Katanya menjadi anak ke dua itu sering diabaikan, tapi katanya. Faktanya, benar sekali eh tidak juga karena setiap saya sadar bahwa saya anak tengah, saya justru menjadi merasa orang yang beruntung.
Kenapa? Karena posisi itu membuat saya punya segalanya, kakak dan adik.
Ya, apalagi dengan jarak kami yang seragam. Cuma beda empat tahun di antara ke duanya. Posisi yang membuat saya merasa tidak terlalu jauh dengan kakak dan begitupun dengan adik. Saya yang benar-benar di tengah.
Semakin bertambah usia, jarak itu semakin tidak terlihat. Malahan sekarang rasanya seperti sepantaran.
Suka vs Duka, Banyak Mana?
Setiap ada suka, pasti ada duka. Hal itu jugalah yang terjadi di setiap kehidupan persaudaraan kandung. HAHA.
Mari bercerita dukanya dulu. Duka dari punya saudara kandung yang saya rasa adalah ketika kami masih muda sekali. Ketika kami masih di tahapan anak-anak dan tidak mau mengerti. Kami yang sama-sama suka cari perhatian dan mau diperhatikan.
Duka yang saya alami masihlah dibatas wajar seperti menangis karena harus membagi makanan kesukaan (duka sih menurut saya, hehe), cekcok karena diam-diam barang dipakai, sampai yang paling parah merasa orang tua tidak adil memperlakukan hanya karena hal-hal sepele. Pembagian uang salam tempel, misalnya.
Hal yang ketika disadari sekarang, ketika sudah mulai belajar banyak di kampus kehidupan (halah), menjadi ingin ditertawakan saja.
Bagaimana dengan sukanya? Sukanya memiliki saudara kandung adalah kita tidak pernah merasa sepi. Apalagi ketika masih anak-anak, punya saudara kandung sekaligus teman bermain yang tidak akan disuruh pulang oleh Mamanya (yaiyalah, Mamanya kan sama) adalah kebahagiaan.
Suka itu makin berlipat ketika saudara kandung saya juga berjenis kelamin sama. Kakak perempuan membuat saya punya teman yang bisa mengerti.
Ya, walaupun sempat terlintas juga di pikiran, "Kayaknya kalau punya kakak laki-laki seru, bisa jagain." Hehe, bercanda.
Punya saudara kandung yang saya sebut adik ternyata juga jadi hal yang menyenangkan. Walau sewaktu kecil sering dibuat jengkel, hari ini ketika sudah melewati banyak waktu, adik menjadi seorang yang bisa diandalkan. Semisal menitip makanan, pasti diusahakan (tapi nanti minta diganti lebih #eh).
Dulu Berantem, Sekarang Saling Kangen
Lagi-lagi, semua bisa berubah karena waktu. Termasuk hubungan antar saudara kandung yang saya rasakan.
Kini, di saat kami semua sudah tidak anak-anak lagi dan harus berpisah jarak, kami sama-sama sudah lupa caranya mencari ribut.
Yang ada sekarang kami sama-sama harus berjuang untuk bertemu di titik waktu yang sama. Sebab untuk bertemu di titik tempat yang sama lebih-lebih lagi susahnya.
Apalagi sekarang kami benar-benar sedang menjaga pulau-pulau berbeda. Kakak di pulau Kalimantan, Saya di Jawa dan Adik di Sumatera. Hm, rasanya benar-benar ah mantap~
Percayalah punya saudara kandung adalah kado yang diberikan Tuhan. Alhamdulillah, Tuhan menitipkan saya dua dan selalu ada di doa.
Penutupan yang maniez ya sobat.
Salam,
Listhia H. Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H