Yang mana ya?
Hampir genap dua bulan saya tinggal di Jawa Barat. Meski bukan di kota tempat di mana saya dilahirkan, tetap saja saya merasa seperti sedang disuruh kembali ke tempat asal.
Kembali untuk belajar bahasa ibu sendiri, bahasa sunda yang saya sebenarnya paham tetapi kurang pandai mengungkapkannya karena jarang praktik berbicara.
Saya paham bahasa Sunda karena Bapak dan Ibu -yang keduanya juga berasal dari Jawa Barat- masih menggunakan bahasa tersebut dalam keseharian kami.
Walau tidak berbicara sunda full saat di rumah kami yang berada di Jawa Tengah, dari kedua orangtualah, saya setidaknya jadi terpapar dan tidak begitu asing dengan kosa kata yang memang umum.
Ketika Harus Memilih "Aa" atau "Mang?"
Sejak tinggal di Jawa Barat, saya mencoba untuk mengasah kemampuan bahasa Sunda saya. Dari yang paling dasar saja dulu, yaitu soal sapaan.
Hal dasar yang bisa saya mulai agar terlihat membaur dan tidak wagu di kehidupan ke-jawa barat-an. HEHE.
Panggilan "Teteh" yang sama dengan "Mbak" sudah sangat saya pahami. Apalagi di rumah saya juga dipanggil "Teteh" oleh keluarga. Pun bagi orang-orang yang sudah sangat dekat dengan saya, panggilan tersebut juga sudah sering saya dengar.
Sapaan yang tidak sulit diterapkan dan sejauh ini praktiknya tidak pernah mengecewakan. Maksudnya cocok-cocok saja.
Lain halnya dengan sapaan untuk laki-laki Sunda. Jika biasanya saya terbiasa dengan kata "Mas", kini saya harus terbiasa dengan sebutan ala Sunda. Benar, seperti sapaan "Aa" atau "Mang".
Pertanyaan lain yang muncul adalah kepada siapa saya memanggil "Aa" dan kepada siapa saya memanggil "Mang"?
Eits. Ternyata soal sapaan tersebut memang sering kali menimbukan perdebatan. Halah. Maksudnya salah konsep.
Buktinya Ariel Noah dalam video Sulpod (Sule Podcast) juga sempat menyinggungnya, lho.
Dalam video yang sempat menjadi trending satu (saat tulisan ini dibuat jadi trending dua) youtube itu, saya mengiyakan pernyataan Mang Ariel yang sudah saya bahasa indonesiakan jadi begini:
"Mang itu Om, bener kan? Soalnya orang-orang banyak yang salah. Mang Baso! Mang itu! Disangkanya tuh tukang"
Perkataan mang Ariel menyadarkan saya sebagai bagian dari "orang-orang banyak yang salah", di mana saya pernah memanggil "mang" kepada laki-laki penjual nasi uduk yang jelas-jelas masih muda. Hehe.
Saya juga jadi ingat pernah mengalami protes gara-gara kedua sapaan itu. Kira-kira sebulan yang lalu, saat saya memesan makanan via online, saya dikomen karena memanggil "mang"
Ya, maaf, karena saya hanya melihat fotonya saja, saya jadi meng-OM-kan, tetapi ternyata maunya "Aa"
Tidak sulit sebenarnya untuk menggunakan sapaan tersebut, karena dalam KBBI juga sudah dijelaskan. Kata sapaan "Mang" digunakan kepada laki-laki yang usianya kurang lebih sebaya dengan paman. Sedangkan "Aa" atau akang adalag kakak laki-laki atau abang.
Dengan berpedoman KBBI dan mengingat lagi apa kata Mang Ariel, sepertinya saya -atau juga kamu- bisa menarik benang merah dari sapaan tersebut, kan?
Oya, tulisan ini semata-mata saya buat sebagai pengingat saya pribadi, yang barangkali bisa jadi petunjuk bagi yang mengalami dilema yang sama.
Pararunten akang teteh~ Jika masih adayang kurang, sok ditambahkan dan diluruskan.
Salam,
Listhia H. Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H