"Prof, ada cerita yang belum sempat saya ceritakan."
Saya baru saja membuka koper untuk menata baju di minggu siang itu. Namun sebuah notifikasi dari seorang sahabat membuat saya melupakan baju-baju yang rencananya saya tata.
Ada yang lebih berantakan dari isi koper, hati saya setelah membaca pesan yang saya harap tidak pernah benar tetapi itu adalah kenyataan.
"Prof Edi meninggal." begitu pesan singkat yang membuat hati saya ingin menyangkal.
Bermula dari Kabar Itu...
Beberapa waktu lalu banyak teman-teman yang menginfokan kondisi Prof. Edi sedang tidak baik-baik saja. Beliau membutuhkan donor plasma konvalesen. Ya, Prof. Edi terkena covid.
Saya sedih dan tak hanya saya. Banyak yang peduli dengan berusaha membantu meski hanya dengan membagikan informasi tersebut di laman media sosial masing-masing.
Sebenarnya sebelum berita itu ada, ada curiga yang saya simpan. Soal aktivitas digital Prof Edi terutama di media sosial facebook yang sempat beberapa hari tidak saya deteksi padahal biasanya beliau cukup aktif. Selalu ada yang dibagikan, apa saja.
"Ada apa?" batin saya terjawab dengan jawaban yang tidak ingin saya isi begitu.
Singkat cerita, setelah berita donor plasma itu banyak beredar, saya sempat lega karena ternyata beliau kembali aktif di facebook-nya.
Saya pikir dan berharap Prof. Edi sudah lebih baik dari sebelumnya. Saya jelas senang jika korona akhirnya beranjak pergi dari tubuh beliau. Sebab saya juga sudah rindu melihat beliau meski hanya dari jejak digital yang beliau buat.
Profesor Edi Dharmana yang Akan Saya Kenang