Lagu apa yang mengundang cacing di telingamu?
Saat berkendara, saya senang sekali tanpa sadar menyanyikan sebuah lagu. Apa saja, yang terngiang di kepala saya. Hari itu masih pagi, saya belum mendengarkan lagu apa-apa. Tapi saya ingat, di waktu itu saya menyanyi lagu "Lebih dari Egoku". Entah terinspirasi dari apa, kisah saya nggak sengalah itu.
Kebetulan, di perjalanan saya sempat singgah di sebuah mini market. Saya agak sedikit kaget karena setelah saya dengar-dengar, rupanya lagu yang diputar di mini market itu sama dengan apa yang barusan saya nyanyikan. Jadilah sepanjang perjalanan itu, saya makin tidak bisa menghilangkan "aku yang minta maaf, walau kau yang salah." Hadeh.
Sekarang, ketika saya sedang mencoba menulis ini, saya juga sedang mendengarkan lagu berjudul at my worst kepunyaan pink sweat$. Saya tidak ingat, di mana dan kapan saya terpapar lagu tersebut. Yang jelas akhir-akhir ini saya sedang senang memutarnya.
Berkali-kali. Dari bangun sampai mau tidur, baik melalui platform pemutaran musik maupun cuma bersenandung. Sebegitukah saya mudah membangun cacing telinga saya?
Kenapa beberapa lagu begitu melekat terbawa dalam hari-hari kita?
Jawabannya karena ada cacing di telinga kita. Bukan sebenar-benarnya makhluk hidup. Cacing telinga atau dalam bahasa inggris disebut dengan earworm adalah lagu atau nada yang terus terngiang di benak kita.
Selain last song syndrome dan earworm, istilah lain menyebutnya dengan brainworm, sticky music, stuck song syndrome atau yang lebih medis dinamai Involuntary Musical Imagery (IMI)
Penelitian yang dilakukan oleh Durham University menyatakan bahwa 90 persen dari kita mengalami "cacing telinga" setidaknya seminggu sekali bahkan beberapa yang lain bisa lebih dari itu. Otak yang tidak banyak bekerja seperti saat sedang mandi, berjalan atau melamun adalah momen di mana kita berkemungkinan besar mengundang cacing telinga.
Kita yang tiba-tiba menyenandungkan lagu "awas bang jagoooo" atau "tarik sis semongkooo~~"
Dalam studi yang dipublikasikan di Psychology of Aesthetics, Creativity dan the Arts, peneliti berhasil mengidentifikasi tiga karakterisik yang dapat memanggil cacing telinga atau membentuk earwom yaitu kecepatan, melodi dan beberapa interval yang unik.
Pantas saja awas bang jagoooo dibaca pakai nada?
Saya coba memutar lagu "at my worst" kembali. Sepertinya apa kata peneliti memang boleh dibenarkan. Karena nada dari lagu ini cukup unik, apalagi adanya momen bersenandung dengan kata-kata sederhana. Hanya dengan kata "ooohh..." Dugaan saya saja sih.
Hal Penting yang Mungkin Bisa Dipertimbangkan
Makin menarik, dari mirror.co.uk dan tirto.id ternyata sama-sama pernah membahas tentang penelitian yang dilakukan oleh University of St. Andrews yang berhasil menemukan formula untuk menciptakan cacing telinga. Rumusnya begini: daya terima + (prediktabilitas/kertertebakan -- kejutan) + (potensi melodi) + (pengulangan ritmis x 1,5) = earworm.
Sejujurnya saya juga tidak begitu paham mengenai poin-poin tersebut, apalagi cara mencarinya dalam lagu. Akan tetapi secara luas, barangkali poin-poin itu bisa menjadi pertimbangan bagi pencipta lagu khususnya. Bagaimana membuat kejutan dalam lagu atau menghadirkan pengulangan ritmis? Ah, pasti sudah tahu, ya. Hanya meningatkan.
Beberapa contoh lagu yang sudah terbukti susah dilepas dari pikiran adalah Gangnam Style (PSY) dan Bad Romance (Lady Gaga). Apakah sudah otomatis terputar lagunya dipikiranmu saat ini?
Selama tidak mengganggu hidup kita seperti membuat kita stress, fenomena last song syndrome ini tidaklah berbahaya. Karena seperti yang sudah dijelaskan, hampir sebagian orang mengalaminya.
Ya, cara menghadapi cacing telinga kita yang paling asyik adalah dengan menikmati lagu tersebut. Hanya saja, jika memang ingin melakukan upaya, kamu bisa mencoba dengan memutarkan lagu yang lain. Atau beberapa saran juga merekomendasikan untuk mengunyah permen karet..
Jadi memang bukan cuma KAMU yang mampu melekat diingatan, tapi LAGU. Maaf, ya.~
Sekarang putar lagu kesukaanmu!
Salam,
Listhia H. Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H