Jika dulu semangat persatuan dan saling gotong royong muncul untuk mengusir penjajah, kini yang kita lawan wabah. Bukan dengan serbuan bambu runcing, senjata kita yang terpenting adalah kesadaran masing-masing.
Kita yang tetap mengikuti anjuran pemerintah seperti untuk menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menggunakan masker, dan tidak banyak berpergian dulu. Itulah senjata-senjata kita sekarang ini. Senjata yang akan melindungi diri kita juga orang sekitar.
Jadi...
Mari sama-sama merayakan Hari Kebangkitan Nasional ini dengan mengingat keberhasilan mereka. Keberhasilan dengan cara bersatu untuk satu tujuan. Ya. Dari mereka kita diajarkan bahwa untuk bisa berhasil menaklukan lawan, kita harus bersatu bukan beradu. Pun kita yang harus saling bersatu dalam menghadapi 'perang' dengan lawan super kecil ini, yang mata kita sendiri saja tidak bisa melihatnya langsung tanpa alat apapun.
Jangan kira 'perang' ini cuma urusan tenaga medis semata. Kita juga sama perannya. Kita yang sudah sehat harus tetap sehat, yang sehat jangan sampai sakit, dan yang sudah sakit harus kembali sehat.
Semoga saja dengan adanya Harkitnas di tengah pandemi ini membuat kita tidak sekadar bisa memaknai juga mengaplikasikannya. Mari kita sama-sama untuk menjaga satu sama lain. Apalagi Harkitnas kali ini juga datang di tengah bulan Ramadan, bulan yang mengajar kita untuk menebar banyak kebaikan.
Bukankah menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain itu juga hal yang baik? Misalnya saat kamu ingin mudik. Coba pikirkanlah bahwa yang ingin mudik tidak hanya kamu, tetapi banyak orang memilih menjaga rindu untuk tidak pulang dulu.
Jadi di rumah saja dulu, meski lebaran sebentar lagi.
Salam,
Listhia H. Rahman