Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ketika Tempe yang Enak Kena Hoaks

15 November 2019   11:56 Diperbarui: 15 November 2019   12:23 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa salah tempe? Bukankah ia selalu menemani piring-piringmu?

Sudah tahukah kalian soal kabar tempe akhir-akhir ini? Ya, ternyata tempe jadi banyak dibicarakan tetapi bukan soal enaknya melainkan sisi kengeriannya. Iya, tempe yang yummy itu ternyata dianggap yang tidak-tidak. Hal yang kemudian menimbulkan keresahan yang melanda terutama di kalangan ibu-ibu. Beli tempe yang mendadak jadi ada rasa was-wasnya.

Awalnya saya tidak terlalu menggubris soal pemberitaan yang membawa tempe ini. Sebab saya kira, berita ini cuma berita lama saja yang lalu naik lagi. Sampai kemudian saya mendapatkan informasi dari seorang teman saya di facebook yang memang sering mengulas informasi-informasi terkini terutama kesehatan, Mas Arbiarso Wijatmoko, yang ternyata ikutan membahas juga.

Nah, mulai dari situlah saya mulai lebih memberi perhatian lagi dengan berita per-tempe-an yang terjadi. Entah seperti memang disuruh membahas soal tempe kali ya, secara tidak sengaja saya menemukan salah satu teman saya yang lain membagikan informasi yang menjadi biang ributnya.

 "Oalah ini to."

Tempe Oh Tempe

Saya tidak akan menuliskan info yang meresahkan tersebut disini, ya. Langsung intinya saja, bahwa dari informasi (yang saya juga tidak tahu siapa penulisnya) ini mengatakan bahwa tempe dengan bahan baku GMO (Genetically Modified Organism, dalam bahasa Indonesia bernama PRG: Pangan Rekayasa Genetik)  dapat ditandai dengan warnanya yang putih dan diketahui  memiliki dampak serius bagi kesehatan. Untuk menambah keyakinan soal kengeriannya, ditambah pula hasil-hasil studi yang mendukung pernyatan tersebut. Setidaknya ada 8 hasil penelitian (katanya, karena tidak mencantumkan jurnal-jurnalnya) yang rata-rata dilakukan uji pada hewan. Ya, hewan,ya.

Tidak sampai disitu. Dibahas pula tempe dengan berbahan baku kedelai lokal yang  ditandai dengan tempe berwarna kuning. Hal yang kemudian membuat tulisan tersebut menggiring pembacanya untuk membeli tempe yang berwarna kuning saja.

Apakah iya seperti itu adanya?

Baca Juga: Si Kecil yang Kaya Gizi Itu Dijuluki "Gold From The Soil"

Forum Tempe Indonesia Berbicara...

Tidak ingin informasi yang meresahkan ini makin menyebar, sebuah forum independen yang mempunyai fokus pada tempe bernama Forum Tempe Indonesia atau FTI pun ikut angkat bicara. Meluruskan apa yang terjadi yang dikhawatirkan justru akan merugikan UKM tempe di Indonesia.

Dalam press release-nya, berikut adalah beberapa poin penting yang bisa kita pahami bersama-sama.

...kedelai yang diekspor ke Indonesia merupakan kedelai yang telah melewati beberapa pengujian di daerah asalnya. Kedelai GMO tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM Tahun 2012 mengenai Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik. Kedelai impor yang masuk ke Indonesia dan diperdagangkan harus memenuhi persyaratan keamanan pangan sesuai Peraturan BPOM tersebut. Dengan demikian semua kedelai GMO yang beredar di Indonesia dipastikan aman

Menurut SNI, ciri-ciri tempe yang aman dikonsumsi yaitu berwarna putih merata pada seluruh permukaannya dan memiliki bau khas tempe tanpa adanya bau amoniak (BSN 2015). Standar Codex Regional Asia 2013 tentang tempe telah mendeskripsikan warna tempe sebagai "white color of luxurious growth of mycellium of Rhizopus spp". Dengan demikian kedua standar tersebut menyepakati bahwa warna tempe yang alami adalah putih.

Beredarnya pesan melalui media sosial dan WA yang menganjurkan untuk memilih tempe yang kedelainya berwarna kuning adalah tidak tepat dan menyesatkan.

Nah lhooo, yang dianggap aman ternyata justru menjadi yang tidak aman. Masih berdasarkan sumber dari FTI diketahui bahwa  beberapa oknum produsen tempe justru dengan sengaja merendam kedelai dengan larutan pewarna tekstil kuning (methanyl yellow) agar mendapat warna kuning yang menyala.

Kenapa sih Harus Ada Ekspor Kedelai?

Sekalian saja mengulas ini, ya. Bukan membela asing, bukan. Hanya  kita lihat saja data yang ada sekarang. Bahwa kebutuhan kedelai di Indonesia terus meningkat sedangkan produksi dalam negeri tidak dapat mengimbanginya. Hal ini yang menjadi alasan mengapa pada akhirnya kita butuh bantuan dari negara lain untuk mencukupinya.

Sumber katadata.co.id mengatakan bahwa "Berdasarkan proyeksi, konsumsi kedelai 2018 mencapai 3,05 juta ton sedangkan produksi hanya mencapai 864 ribu ton, sehingga terjadi defisit 2,19 juta ton. Defisit neraca kedelai akan terus meningkat menjadi 2,24 juta ton pada 2021." Sampai sini paham kenapanya?

Informasi yang saya dapat dari  http://biogen.litbang.pertanian.go.id/  menyatakan bahwa bahan baku tempe di Indonesia sebagian besar (80%) berasal dari kedelai impor. Kedelai impor yang sebagian besar berasal dari Amerika dan notabenen adalah transgenic (1.8 juta ton) yang disebut dengan kedelai transgenik RR (Roundup Ready). Kedelai ini telah dinyatakan aman lingkungan oleh USDA (United State Department of Agricuture), aman pangan dan pakan oleh FDA (Food and Drug Administration). Dari kajian aman pangan (kesepadanan substansial), kedelai RR dinyatakan aman untuk dikonsumsi (aman pangan) karena mengandung nutrisi yang sama dengan kedelai non transgeniknya. Selain di Amerika Serikat, kedelai RR juga telah dinyatakan aman di Kanada, Jepang, Eropa dan Negara-negara lain,lho.

Masih sumber yang sama (litbang pertanian), ternyata pengrajin tempe kita lebih senang menggunakan impor karena kedelai impor beukuran lebih besar, putih dan mudah diperoleh setiap saat. Sedangkan kedelai lokal, meski lebih enak tetapi ukuran bijinya kecil dan tidak tersedia setiap saat.

Jadi, tidak usah khawatir berlebihan lagi,ya. Ngomongin tempe saya justru jadi ingat soal angkringan di Jepang dari youtuber "taufik sanko", yang dalam wawancaranya dengan orang Jepang mengatakan bahwa di sana tempe termasuk bahan yang susah dicari. Sehingga tidak ada tempe goreng yang dijual di angkringan dadakan tersebut. Duh, sedih sekali,ya. Sedangkan di Indonesia tempe ada dimana-mana, mudah didapat dan dibeli kapan saja...lha malah sekarang lagi kena hoaks.

Terakhir, pesan saya cuma gini: derasnya arus informasi mampu membuat siapa saja mudah hanyut. Membuat yang salah jadi benar, yang benar disalah-salahke. Pintar-pintarlah mencari sebuah informasi. Jangan mudah percaya apalagi kalau sumbernya tidak jelas adanya. Jangan malas mencari, jadilah detektif untuk dirimu sendiri. Bukannya jadi penambah keributan lagi.

Kasian sekali tempe, apa kamu harus jadi TAHU?

Salam,

Listhia H. Rahman

Baca lebih lengkap soal press release Forum Tempe Indonesia, di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun