Yang membuat saya puas dari film ini adalah jalan cerita yang tidak semudah ditebak. Membuat penonton menerka-nerka lalu merasa puas ketika tahu akhirnya. Ya, film ini tidak hanya bercerita horor yang kebanyakan itu-itu saja, yang mudah ditebak alurnya dan membosankan.
Menurut saya, film ini berhasil membuat saya terngiang-ngiang sampai saya turun tangga lalu menuju pintu keluar, bahkan sampai masih dibicarakan pula di mobil yang mengantar kami pulang. Misalkan saja ketika lampor datang, suara khas kedatangannya benar-benar menempel di telinga. Tidak percaya? Tonton saja, Lur~
Yang Membuat Lampor begitu Temanggung Banget
Terlepas dari ceritanya, film ini ternyata benar-benar rasa Temanggung banget.
Beberapa tempat yang begitu ikonis bagi warga Temanggung seperti jembatan sigandul, jembatan gantung kali galeh parakan, sampai air terjun surodipo --yang saya sendiri baru tahu keindahannya lewat film tersebut-- jadi suguhan yang pas disajikan sebagai penggambaran Temanggung.
Belum lagi aktivitas masyarakat yang Temanggung banget juga terekam apik seperti aktivitas masyarakat yang sedang menjemur tembakau. Pun ditambah lagi dialek-dialek Temanggung-an yang juga ikut dibawa film ini. Bagi masyarakat Temanggung yang menonton, kata-kata itu pasti akan membuat tersenyum dan merasa begitu familiar, deh.
Itu saja ya, semoga penasaraaaan dan membawamu ke layar bioskop terdekat!
Sinopsis: Edwin (Dion Wiyoko) dan Netta (Adinia Wirasti) bersama dua anak mereka, Agam (Bimasena) dan Sekar (Angelia Livie) kembali ke kampung Netta di Temanggung. Netta disambut curiga dan dianggap pembawa musibah karena kampungnya sedang dilanda teror Lampor, setan pencabut nyawa yang membawa keranda terbang. Edwin berusaha membela Istrinya, tetapi skandal busuk dan kejadian mengerikan muncul menghantui. Edwin mulai curiga bahwa ada rahasia besar menyangkut Netta yang tidak pernah diketahuinya. Apalagi ketika nyawa anak-anak mereka pun terancam, menjadi sasaran Lampor.
Salam,
Listhia H. Rahman