Setelah tiga puluh hari menemani, Ramadan sudah pergi lagi. Smoga kita bukan golongan orang yang menyia-nyiakan waktu yang telah diberikan. Sebab untuk bertemu kembali, tiada yang tahu apakah masih diberi kesempatan. Harus menunggu lagi di tahun depan. Mudah-mudahan.
Alhamdulilah.
Meski di Ramadan kali ini menjadi tahun kedua saya tidak bisa menjalankan salat Id karena kedatangan tamu bulanan, bisa merasakan hari-hari di bulan Ramadan adalah keberkahan.
Merasa kecewa ada sedikit, tetapi lebih bersyukur adalah keharusan. Toh, nyatanya tidak bisa puasa dan menjalankan salat Id masih banyak bentuk ibadah lain yang bisa tetap dilakukan dan bernilai pahala. Tidak ada yang menjadi sia-sia belaka dan percuma.
Ya.
Ramadan memang tidak diciptakan hanya untuk mereka yang diperbolehkan pun yang tidak tetap diberi pilihan untuk memperoleh kebaikannya dalam bentuk lain. Seperti menyiapkan makan berbuka atau ikut membangunkan kala sahur tiba, kalau kebangun sih. Hehe.
Ramadan bersama Kompasiana
Kebaikan dari menulis disini, jadi salah satu misalnya lagi. Mengisi Ramadan dengan menulis adalah salah satu hal berfaedah yang selalu saya upayakan. Meski dibalik layar, ada saja godaan yang hampir membuat putus dijalan. Hampir membuat menyerah dan berhenti lalu selesai sudah.
Orang saja yang tidak tahu, tahu-tahu tinggal baca dan menyangka bahwa proses menulis saya kok mulus-mulus saja.
Padahal ya tidak juga. Apalagi harus menulis selama sebulan penuh. Bahkan lebih karena totalnya ada 33 tema tulisan berbeda yang ditawarkan. Jadi tidak mau peduli, suasana hati sedang berantakan atau sedang tidak ingin mikir, pokoknya setiap hari satu tulisan mau tidak mau harus berhasil rampung.
Pun di Bulan Ramadan dimana membagi waktu juga harus pintar agar sampai tidak ada yang menjadi terlantar. Tetap harus bisa bangun sahur walau baru selesai tengah malam. Harus tetap bisa berangkat bukber walau belum ada ide mau menulis tentang apaan. Dijalan teh sampe kepikiran we.
Faktanya proses menulis selama sebulan lebih itu banyak juga menemukan jalan yang terjal, menurun, menukik, menemui belokan tajam dan macet. Mirip-mirip atau bahkan ngalahin perjalanan mudik gitu deh.
Tetapi,
Alhamdulilah selalu pulang dengan selamat. Allah Swt. memang selalu melancarkan suatu dengan niat yang baik. Seperti ketika menulis selama Ramadan ini yang selalu dimudahkan pada akhirnya. Selalu ada jalan tiap kali menemukan kebuntuan, selalu bisa mendapat dorongan ketika tiba-tiba macet di jalan. Semua dipermudah saja rasanya.
Terima kasih, Kompasiana. Sudah ada di Ramadan dengan tantangan menulisnya. Meski berat rasanya jika dibayangkan karena mengiyakan untuk menjadi bagiannya berarti sama dengan mengizinkan untuk terbayang-bayang setiap waktu. Toh nyatanya semua itu bisa dilewati. Itung-itung juga sebagai bagian dari uji stamina menulis saya agar makin kuat nan tahan banting. Halah.
Ya.
Apa-apa kalau memang sudah diniati pasti bisa. Jangan merasa dipaksa,tapi cukup meningat bahwa kita pasti bisa melaluinya.
Menulis di Kompasiana adalah bagian dari Semangat Ramadan yang akan saya coba pertahankan nyalanya agar tidak mudah padam. Syukur-syukur makin membara. Dan.. ternyata Ramadan memang membuat pikiran lebih segar, lebih bisa mikir. Jangankan satu tulisan, dalam satu hari ternyata saya mampu menuliskan sampai tiga tulisan. Saya sampai takjub sendiri.
Kok bisa?
Smoga kamu yang belum terpapar menulis disini segara ketularan. Aamiin.
Selamat menulis, selamat menebar kebaikan tak hanya karena ada tantangan di bulan Ramadan. Tulislah yang baik dan bermanfaat, insha Allah menjadi ladang amal jariyah.
Smoga.
Salam,
Listhia H. Rahman
Sstt..tulisan ini saya buat sambil macet-macetan di jalan Purwokerto. Hadeh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H