Ya, pelaksanaan yang pagi-pagi itu membuat kami selalu selesai salat Id sebelum jam tujuh pagi. Waktu dimana biasanya umat Islam baru memulainya. Tak jarang, karena selesai duluan, kami bisa menonton siaran langsung salat id di televisi sembari memakan ketupat dan opor ayam. Nyummy.
Setelah Bermaaf-maafan, Lalu Berdoa Bersama di Makam
Sebagai orang Jawa Barat yang sudah banyak terpapar budaya Jawa, keluarga besar kami cukup beda dalam menghadapi lebaran. Bedanya ada di budaya sungkem atau dalam bahasa jawa diartikan sebagai sujud (tanda bakti atau hormat) yang juga mulai kami adaptasi. Semacam akulturasi.
Ya, setelah kami melakukan salat Id, sebelum makan opor ayam bersama, Nenek sebagai orang yang paling dituakan akan dipersilahkan duduk di kursi. Lalu, satu-satu mulai dari yang paling tua berurutan untuk meminta maaf dan juga doa.
Tentu yang tak lupa, foto-foto bersama keluarga juga jadi agenda yang sangat disayangkan bila dilewatkan begitu saja.
Sebelum benar-benar makan, kami bersiap untuk pergi lagi sebentar. Kali ini tujuannya adalah makam. Makam Kakek dan leluhur yang sudah terlebih dahulu berpulang.
Sudah menjadi budaya disini, datang ke Makam dan mendoakan atau disebut dengan Nyekar dilakukan ketika lebaran datang. Tak hanya mendoakan saja, budaya ini juga sebagai pengingat bahwa setiap yang bernyawa pasti akan menjadi tiada pada waktunya.
Barangkali itulah sedikit cerita merayakan lebaran dari sebuah desa di Jawa barat. Sedikit karena pasti ada banyak perayaan yang dimiliki tiap-tiap daerah dengan keunikannya masing-masing.
Terlepas dari perbedaan cara merayakan lebaran, semoga ibadah puasa yang kita lakukan tidak hanya mendapat lapar hausnya saja tetapi mendapat nilai sebagai ibadah kepada-Nya. Aamiin.
Selamat Idulfitri, semua sudah dimaafkan.