Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mengemis Masuk Tindak Pidana Pelanggaran, Yakin Masih Mau Ngasih?

14 Mei 2019   11:15 Diperbarui: 14 Mei 2019   11:21 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi | https://internasional.kompas.com

Merasa kasihan adalah wajar, karena kita memiliki hati. Berperasaan. Namun, apakah langkah kita dengan memberi sudah tepat?

Salah satu pemandangan yang hari ini masih sering kita jumpai di jalanan adalah melihat orang yang meminta-minta. Maaf, pengemis. Biasanya mereka muncul di titik-titik keramaian di jalanan, yang sekiranya banyak orang lalu Lalang. Titik-titik itu seperti di lampu bangjo (lalu lintas).

Namun di bulan Puasa seperti ini, titik-titik orang yang meminta bisa lebih luas lagi. Bisa ditemui di sekitar masjid bahkan bisa muncul juga di tengah ramainya kita memilih takjil. Mungkin mereka (baca:pengemis), merasa bahwa bulan puasa adalah momennya. Jadi usaha yang dilakukan tak hanya di jalan, menyebar. Mumpung banyak orang menjadi baik dengan memberikan sedekah di bulan puasa. Mungkin.

Ketika Simpati Kita dijadikan Alat untuk Meminta-minta

"Duh, kasihan sekali ibu itu, bawa anaknya yang masih kecil pula".

 "Yaampun, bapaknya kasihan udah tua tapi harus minta-minta".

Sebagai manusia yang berperasaan, kita sering jadi merasa ikut merasakan perasaan orang lain. Seperti halnya ketika kita melihat orang yang meminta-minta. Penampilan peminta-minta yang menampakan dirinya menyedihkan membuat kita jadi tak tega dan merasa perlu membantu. Membantu walau dengan uang yang tak seberapa.

Tak seberapa tetapi jika yang memberikannya berjumlah hingga puluhan atau ratusan orang, ya jadi tak seberapa dink. Ingat berita dari kota Pati dan Bogor diawal tahun ini?

Saya bantu mengingatnya lagi. Kita bahas dulu yang terjadi di kota Pati. Dalam sebuah Razia penertiban di Kawasan Simpang Lima Pati, petugas satpol PP disana menemukan seorang pengemis dengan kekayaan yang cukup fantastis. Diperkirakan angka kekayaan pengemis tersebut mencapai lebih dari 1 miliar. Menjadi masuk akal, karena ternyata rata-rata penghasilan dari mengemis dalam sehari bisa mencapai 1 juta-an. Jadi jangan selalu mengira mereka yang meminta-minta itu tidak mampu. Justru kita yang tidak apa-apa dimatanya. Duh.

Lanjut ke Bogor. Hampir sama intinya yaitu penemuan pengemis yang kaya. Bahkan setelah diselidiki ternyata peminta-minta asal bogor ini juragan angkot. Punya rumah mewah dan 3 istri. Lhah, kita saja cari satu untuk pasangan hidup susah bener! Benar-benar membuat hati para jomlo jadi memberontak. #eh

Ya, ternyata simpati kita bisa menjadi alat mereka meraup uang sebanyak-banyaknya, meski sebenarnya sudah mampu. Jadi alat memperkaya diri,dong.

Salurakan Bantuan Lewat Tangan yang Tepat

Soal pengemis dan gelandangan sebenarnya memiliki undang-undang sendiri. Dimana undang-undang tersebut mengatur perihal larangan mengemis dan menggelandang. Undang-undang tersebut diatur dalam Pasal 504 dan pasal 505 KUHP (Kitab Undang-undang  Hukum Pidana), buku ke-3 tentang tindakan pidana pelanggaran.

Misalkan pada pasal 504 ayat 1 yang menyebutkan bahwa 'barang siapa mengems di muka umum, diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama enam minggu'

Aturan soal mengemis juga bisa berbeda-beda tiap daerah, karena bisa diatur dengan Perda. Seperti di Jakarta, larangan mengemis sudah diatur dalam Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum ("Perda DKI 8/2007"). Dimana dalam pasal 40 diatur mengenai larangan untuk mengemis juga melarang orang memberi uang atau barang kepada pengemis. Jadi sanksi yang ada tidak hanya bagi pengemis juga yang memberikannya? Nah, ternyata kita bisa jadi sama-sama salahnya.

Daripada menjadi salah, ada baiknya kita memang tidak buru-buru memberi uang pada mereka yang meminta-minta. Bukan berarti kita tidak punya cara lain untuk membantu,kok. Jika kalian benar-benar ingin membantu salurkan saja donasi melalui  badan-badan resmi yang sudah terpercaya seperti Rumah Zakat atau melalui rumah ibadah seperti masjid. Salurkan bantuan lewat tangan-tangan yang tepat.

Mudah-mudahan ada pelajaran berharga yang bisa dipetik,ya. 

Ngomong-ngomong, kalau ngemis perhatian si dia masuk pelanggaran juga gak yah? Kurangi-kurangi deh, biar aman. 

Salam,

Listhia H. Rahman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun