Masjid itu bernama Jogokariyan, masjid yang terus dibicarakan orang dimana-mana dan makin terkenal karena viral di media sosial.
Alhamdulilah, menjalani tahun ke-2 berpuasa di Jogja ternyata selalu membawa saya ke tempat ini. Tempat yang sering dibicarakan orang karena beberapa keistimewaan yang fenomenal, seperti soal takjil yang mencapai ribuan porsi. Bahkan kabar soal masjid ini pun sudah mencapai level dunia, go international!
Berkenalan dengan Jogokariyan
Berawal dari sebuah langar kecil di Kampung Pinggiran Selatan Yogyakarta, Masjid Jogokariyan terus berusaha membangun Umat dan menyejahterakan masyarakat-dikutip dari website profil Masjid Jogokariyan
Rasanya baru tahun kemarin, saya datang untuk pertama kali bersama ketiga teman saya ke sini. Ternyata hari ini, sudah berjumpa lagi dengan bulan puasa di tahun yang berbeda. Ada rasa tidak menyangka, ternyata bulan puasa kedua saya di Jogja masih berkesempatan untuk datang kembali. Ya,meski saya hanya datang dengan seorang sahabat saya saja, berdua. Tidak seperti tahun lalu.
Masjid ini rupanya pandai membuat rindu. Seperti mengandung magnet yang membuat ingin datang lagi.
Membayar Rindu di Jogokariyan
Tepat di puasa ke-5, saya datang kembali ke masjid ini. Sengaja karena bertepatan dengan hari itu (hari Jumat) adalah hari dimana saya memiliki jadwal sanggar, yang bertempat tidak jauh dari masjid di daerah Mantrijeron tersebut.
Saya berangkat dari kos di sekitar galeria, kurang lebih untuk menuju sana tidak sampai 7 kilometer yang harus saya tempuh (melalui jalan Brigjen Katamso). Sekitar 16 menitan, jika kondisi lalu lintas sedang lengang. Hanya saja waktu itu saya baru berangkat pukul 4 sore, dimana lalu lintas memang belum ramai tetapi tidak juga sepi. Jadilah saya dan sahabat saya memerlukan waktu hampir setengah jam untuk mencapai lokasi.
Alhamdulilah, memang tidak sulit untuk mencapai masjid ini. Apalagi rute menuju lokasi adalah lokasi yang sering saya lalui ketika menuju tempat latihan. Kira-kira hanya dua kilomeran saja jika menarik titik lokasi dari sanggar saya berada.
Seperti tahun lalu, saya memarkirkan motor di sekitar tempat futsal. Tidak perlu khawatir soal keamanan, penjaga prakir ada sampai malam. Untuk mencapai masjid, saya harus berjalan kaki. Tidak masalah, apalagi bukan hanya saya saja yang harus berjalan kaki, ramai-ramai bersama pengunjung lainnya.
Sepanjang perjalanan, ada banyak makanan/minuman untuk berbuka yang disajikan. Eits, tetapi tidak gratis ya untuk yang ini. Berbayar alias kamu harus beli sendiri. Ada berbagai jajanan yang ditawarkan, mulai dari gorengan, bakso tusuk, cilok, es dawet, thai tea, pecel mie, sempol dan teman-teman lainnya yang menggoda selera.