Mendengar hal tersebut, si Ibu kelihatan sedikit kaget. Ya, wajar saja sih apalagi saya yang kelihatannya datang sendirian.
"Sengaja, ya?"
"Iya Ibu, Sengaja. Tadi juga ikut berbuka disini. Tadi saya kesini sama teman, tetapi karena berhalangan jadi pulang duluan"
Belum banyak percakapan kami, tiba-tiba si Ibu menawarkan yang lain, "Yasudah bobok di Ibu saja.."
Orang-orang di Jogja memang baiknya kelewatan. Ternyata dugaan saya benar, si Ibu adalah benar warga sekitar Jogokoriyan. Salah seorang warga yang juga berperan dalam menyediakan ribuan porsi takjil di Masjid ini.
"Tadi menu takjilnya apa?" tanya beliau.
"Galantin,Bu"
Karena ada hal yang membuat penasaran saya pun gantian mengajukan pertanyaan, "Bu, menunya selalu berkuah,yah?"
Meski saya baru dua kali menjajal buka disini, ada persamaan yang sangat jelas terlihat yaitu makanan yang mengandung kuah sih.
"Oh,iya mbak. Kan kalau berkuah gak bikin seret"
Mumpung bertemu dengan warga Jogokariyan, pertanyaan yang selama ini hanya saya duga akhirnya mendapat jawaban pasti. Seperti jumlah porsi yang ternyata bisa mencapai 3000-an lebih. Jadi pantas saja, orang-orang yang datang menjelang maghrib tetap kebagian. Juga tentang siapa yang memasakanya, yang terungkap bahwa tugas ini dipercayakan per-dasawisma.
"Bisa ya Bu, 3000-an porsi?"
"Alhamdulilah,bisa Mbak."
Selain membahas per-takjil-an, pembahasan yang tak kalah menarik adalah perihal infak. Laporan infak yang membuat siapa saja jadi takjub.
"Tuh Mbak, Baru 5 hari infaknya sudah segitu"